TEMPO.CO , Jakarta - Pembalikan arah (rebound) yang dialami dolar Amerika Serikat terhadap mata uang utama dunia mengganjal laju rupiah. Setelah menguat dalam perdagangan awal pekan, rupiah melemah pada perdagangan Selasa, 11 November 2014.
Dalam transaksi pasar uang, rupiah turun 54 poin (0,44 persen) ke level 12.222 per dolar Amerika Serikat. Rupiah melemah bersama dengan mata uang Asia lainnya. Analis PT Platon Niaga Berjangka, Lukman Leong, mengatakan dolar kembali dominan di pasar mata uang setelah mengalami koreksi sejak akhir pekan lalu.
Momentum pelemahan dua hari tersebut kemudian dimanfaatkan oleh para pemain valuta asing untuk memborong dolar dengan harga rendah. "Imbasnya, rupiah dan mata uang pasar berkembang kembali tertekan," kata dia. (Baca juga: Obama, Jokowi yang Ambisius, dan Mitra Luar Biasa )
Dari sisi internal, pelaku pasar mulai mengambil sikap. Mereka melihat dan menunggu menjelang rapat dewan gubernur Bank Indonesia. Pelaku pasar akan melihat bagaimana respon bank sentral menghadapi ancaman inflasi yang akan muncul setelah pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. "Kenaikan harga BBM memunculkan ekspektasi kenaikan suku bunga acuan (BI Rate)," ujar Lukman.
Menurut dia, ada kemungkinan bank sentral menaikkan suku bunga acuan mengingat kenaikan harga BBM amat mungkin akan dilakukan dalam waktu dekat. Namun, hal itu masih bergantung pada bagaimana persiapan pemerintah dalam meredam inflasi yang akan disumbangkan setelah kenaikan harga BBM.
Hari ini, Rabu, 12 November 2014, Lukman memperkirakan rupiah bergerak pada kisaran 12.200 per dolar AS dengan risiko melemah ke level 12.300 per dolar. Tembusnya level resistan 12.200 sudah menegaskan bahwa posisi rupiah kian rawan. "Bank Indonesia perlu turun ke pasar apabila pergerakan rupiah sudah tidak wajar.”
M. AZHAR
Berita Terpopuler
Obama Pilih Jokowi, Bukan Putin atau Xi Jinping
Obama Sapa Jokowi: 'Aku Ngantuk'
Akhirnya Iriana Widodo Tampil di APEC