TEMPO.CO , Jakarta -- Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mencanangkan migrasi televisi analog ke digital sejak Menteri Muhammad Nuh. Migrasi ini makin menguat sejak Kementerian dipimpin Tifatul Sembiring. Digitalisasi bertujuan menghemat frekuensi dan berpotensi menambah pendapatan negara. Digitalisasi juga membuat kualitas audio dan video menjadi lebih jernih dan tajam.
Namun migrasi ini menemui banyak kendala. Hambatan itu datangnya dari perusahaan televisi swasta nasional yang terancam dengan digitalisasi. Teknologi digital akan membuat satu channel televisi analog bisa diisi 6 - 9 program siaran. Dalam skema digitalisasi di Jakarta dan sekitarnya, pemerintah menetapkan ada tujuh channel. Artinya ada sekitar 42-63 program siaran.
Kepala Subdirektorat Pengembangan Infrastruktur Direktorat Penyelenggaraan Pos dan Informatika di Kementerian Komunikasi dan Informatika Anang Latif mengatakan program siaran akan diisi oleh lembaga penyelengga penyiaran. Mereka adalah 10 televisi swasta nasional yang sekarang dikenal masyarakat dan televisi lokal tunggal maupun berjaringan. “Masyarakat akan menikmati keragaman informasi,” katanya kepada Tempo, Kamis 30 Oktober 2014.
Namun penyelenggaran konten siaran itu harus menyewa frekuensi kepada penyelenggara multipleksing (MUX). Multipleksing adalah teknologi yang membuat satu channel televisi analog yang tadinya hanya bisa diisi satu program siaran menjadi 6-9 program siaran. (Baca: KPI Rampungkan Seleksi TV Digital)
Pemerintah memutuskan penyelenggara MUX adalah group besar media yaitu Group MNC (RCTI, Global TV, MNC TV), Group Bakrie (TV One dan ANTV), Group Trans Corp (Trans TV dan Trans7), Group Elang Mahkota (SCTV dan Indosiar), Group Rajawali (RTV dulu bernama B-Channel), dan Group Lippo (BSTV, salah satu produknya Berita Satu). Penyelenggara MUX ini rata-rata memiliki 2-3 program siaran padahal kanal digital berkisar 6-9 slot. Pemerintah mewajibkan penyelenggara MUX membagi kanal digital kepada penyelenggara program siaran lain dengan sistem sewa. Kewajiban inilah yang sulit dilakukan televisi swasta.
Anang mengakui adanya sikap kurang terbuka televisi swasta nasional kepada televisi lokal tunggal dan berjaringan. “Merasa kurang level,” ujarnya. Sikap ini menghambat migrasi televisi analog ke digital yang rencananya mulai bisa dinikmati masyarakat tahun depan. “Kita terus mendorong agar penyelenggara MUX memberika sewa kepada penyelenggara siaran,” ujarnya. Keengganan televisi swasta menyewakan kanal digital menjadi salah satu laporan majalah Tempo berjudl “Jalan Terjal TV Digital” terbit Senin 3 November 2014. (Lihat: KPI Rekomendasi Izin Siaran 2 Televisi Tak Diperpanjang)
AKBAR TRI KURNIAWAN