TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Lingkaran Survei Indonesia, Rully Akbar, mengatakan Presiden Joko Widodo memerlukan kebijakan pembanding bila dia akan tetap menaikkan harga bahan bakar minyak.
"Kebijakan pembanding itu berguna untuk mempertahankan dukungan masyarakat," kata Rully di kantor LSI pada Kamis, 30 Oktober 2014. (Baca: LSI: Ada Tiga Ujian Pertama untuk Kabinet Jokowi)
Menurut Rully, ini dapat dicontoh dari masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. "Saat SBY menaikkan BBM, dia juga menggadang-gadangkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM)."
Dengan adanya kebijakan pembanding itu, kata Rully, perhatian masyarakat akan sedikit teralihkan dari kenaikan bahan bakar minyak karena menikmati BLT atau BLSM. "Jokowi juga harus begitu." (Baca: Kadin: Pemerintah Silakan Naikkan BBM Asal...)
Dilema kenaikan bahan bakar minyak menjadi salah satu tantangan awal yang dihadapi Presiden Jokowi dan tim. Kenaikan harga BBM memang dapat mengurangi beban fiskal akibat subsidi BBM yang terlampau tinggi. "Namun, di lain pihak, rasionalitas ekonomi tidak bisa paralel dengan dukungan publik."
Rully memprediksi, dengan dinaikkannya harga bahan bakar minyak oleh pemerintah Jokowi, maka dukungan masyarakat kepada Kabinet Kerja, khususnya Presiden Jokowi, akan merosot tajam. (Baca: Isu Kenaikan Harga BBM Benamkan Rupiah)
"Dukungan merosot akan datang dari kelas ekonomi menengah ke bawah yang pada pilpres lalu menjadi basis utama pendukungnya," kata Rully.
Dalam survei LSI, terlihat ada 51,2 persen publik yang akan menyalahkan Presiden Jokowi sebagai tokoh yang bertanggung jawab atas kenaikan BBM. Ada pula 32,4 persen masyarakat yang menyalahkan DPR terkait dengan kenaikan BBM.
MITRA TARIGAN
Terpopuler
Foto Porno Ini Bikin Penghina Jokowi Ditangkap
Cerita Susi Ngotot Pakai Helikopter ke Seminar
Andi Widjajanto Ditunjuk Jadi Sekretaris Kabinet
Cerita Menteri Susi Nge-Trail di Aceh
5 Serangan @TrioMacan2000 yang Bikin Gerah Pejabat