TEMPO.CO, Bojonegoro - Divisi Regional III Sub-Bulog Bojonegoro menghentikan sementara pengadaan gabah dan beras dalam sebulan terakhir. Langkah ini dilakukan karena naiknya harga gabah dan beras di tingkat petani akibat kemarau panjang. “Untuk sementara setop, menunggu harga normal,” kata Kepala Divisi Regional III Sub-Bulog Bojonegoro Efdal kepada Tempo, Rabu, 22 Oktober 2014.
Menurut para petani di Kabupaten Bojonegoro, Tuban, dan Lamongan, harga gabah kering giling sudah mencapai Rp 5.800 per kilogram di tingkat petani. Padahal harga yang ditawarkan Bulog Bojonegoro, maksimal Rp 5.600 per kilogram. Selain harga yang tinggi, produksi beras juga menurun. “Harga gabah dan beras sudah mulai naik sebelum 5 Oktober lalu hingga sekarang,” kata Syukur, petani asal Kanor, Bojonegoro.
Efdal mengatakan pengadaan beras di Bulog Bojonegoro sesuai target, yakni sekitar 110 ton. Namun, sebenarnya diharapkan bisa mencapai 150-200 ton. (Baca: Bulog Klaim Stok Beras Masih Cukup untuk 8 Bulan)
Meski begitu, Dinas Pertanian Bojonegoro masih yakin target beras di kabupaten ini masih memenuhi target, dari 800 ribu ton hingga Rp 1 juta ton per tahun. Sehingga lahan pertanian di pinggir Sungai Bengawan Solo, tetap menjadi penopang daerah-daerah yang dianggap produktif.
Bulog Bojonegoro dikenal sebagai penghasil gabah dan beras produktif, penyumbang beras tujuh provinsi di luar Jawa. Pada 2012 misalnya, mengirim beras untuk Papua, Kalimantan Tengah, NTT, dan Sumatera Utara sebanyak 27, 8 ribu ton. Pada 2013 dan Oktober 2014, juga telah mengirim beras ke daerah langganan minus beras, seperti Papua, NTT, dan sekitarnya.
SUJATMIKO
Berita lain:
Fahri Sebut Jokowi Presiden yang Tak Pandai Pidato
Ketemu Kalla, Prabowo Minta Maaf Soal Pilpres
Tokoh-tokoh Ini Dipanggil Jokowi ke Istana