TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia melakukan intervensi di pasar uang setelah banyak kalangan yang khawatir kurs rupiah terhadap dolar Amerika melemah hingga Rp 13.000 per dolar. Juru bicara Bank Indonesia, Peter Jacob, mengatakan intervensi dilakukan secara terukur setelah menganalisis pasar. "Jika pasar panik, kami masuk supaya supply dan demand stabil," katanya kepada Tempo, Sabtu, 11 Oktober 2014.
Peter mengatakan melemahnya rupiah bukan disebabkan faktor fundamental. Namun, kata dia, ada sentimen negatif yang bersifat sementara. Setelah melihat faktor melemahnya rupiah, Bank Indonesia, kata Peter, selalu berada di pasar. "Mengenai nilainya, kami akan sesuaikan dengan kondisinya," ujarnya. (Baca: Pelemahan Rupiah Picu Kenaikan Harga Barang)
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Industri bidang Kebijakan Moneter, Fiskal, dan Publik, Hariyadi Sukamdani, mengatakan rupiah bisa menguat karena fundamental ekonomi Indonesia masih bagus. Selain inflasi masih terkontrol dan suku bunga terjaga, kata dia, cadangan devisa cukup baik dengan jumlah lebih dari US$ 100 miliar.
Menurut Hariyadi, sentimen politik adalah salah satu dari banyak parameter yang mempengaruhi pasar valuta asing. Namun, jika rupiah terus melemah hingga sepekan mendatang, dia memperkirakan hal itu terjadi karena banyak utang korporasi dalam bentuk dolar yang jatuh tempo. "Sentimen politik tidak berpengaruh negatif. Hanya kebetulan, penurunan rupiah berbarengan dengan isu politik," katanya. (Baca: Koalisi Prabowo Kuasai Parlemen, Rupiah Lesu Darah)
ALI HIDAYAT
Berita Terpopuler
Jadi Biang Walk-Out, Ini Sanksi SBY Buat Nurhayati
Kata Prabowo Soal Wawancara Hashim Djojohadikusumo
AJI Minta Hashim Buktikan jika Ada Berita Keliru