TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Samuel Asset Management, Lana Soelistianingsih, mengatakan target pertumbuhan ekonomi pada semester II sebesar 5,4 persen sulit tercapai. Soalnya, pada dua triwulan sebelumnya pertumbuhan ekonomi rata-rata hanya 5,16 persen. (Baca : Defisit Ekspor Impor Diramalkan Meningkat)
Padahal, kata dia, untuk mencapai target tersebut, setidaknya pertumbuhan ekonomi di dua triwulan sebelumnya rata-rata harus 5,5 persen. “Untuk mencapai target semester II susah, apalagi target secara full year sebesar 5,6 persen,” kata Lana, Selasa, 7 Oktober 2014. Tahun ini, menurut dia, pertumbuhan ekonomi pada semester II paling realistis pada level 5,2 persen. (Baca : Ekonom: Pemerintah Waspadai Kurs Rupiah di APBN)
Bank Dunia memprediksi pertumbuhan Indonesia ke depan sulit bersaing dengan negara lainnya sekawasan. Hal ini ditandai dengan ekspor komoditas yang masih menjadi andalan. Tahun ini, pertumbuhan ekonomi diperkirakan hanya 5,2 persen, melambat dibanding tahun lalu sebesar 5,8 persen.
Perlambatan pertumbuhan ini, menurut Lana, disebabkan oleh masih berlangsungnya proses konsolidasi seusai krisis tahun lalu. Peningkatan suku bunga acuan Bank Indonesia pada November 2013 baru dirasakan enam bulan kemudian.
Selain itu, nilai ekspor juga tak sebaik perkiraan. “Pengeluaran pemerintah juga tak sebaik yang diharapkan karena ada masa transisi,” kata Lana. Sebab lain adalah penyetujuan APBN Perubahan 2014 pada Juni yang dinilai sudah telat. Telatnya penyetujuan ini membuat realisasi anggaran baru bisa terlaksana September, yang bertepatan dengan masa transisi.
Dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi tahun ini, beberapa sektor yang akan terpengaruh secara langsung adalah konsumsi. Selain itu, sektor pertambangan juga dinilai belum akan membaik karena belum ada perbaikan harga. Adapun sektor yang menurut dia tetap akan menarik adalah infrastruktur. Ini sejalan dengan rencana Jokowi menggenjot sektor tersebut.
Adapun analis dari Asia Financial Network, Agus Susanto, mengatakan, walaupun terjadi perlambatan, jika dibanding negara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cukup tinggi. “Pasar sektor riil masih tumbuh dan masih menarik untuk investasi,” kata Agus.
Salah satu sektor yang terpengaruh perlambatan ini adalah komoditas. Walaupun harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) lebih tinggi daripada tahun lalu, pelemahan patut diwaspadai di semester kedua. Harga batu bara yang melemah juga perlu diwaspadai. Sementara itu, sektor keuangan, konsumer, dan konstruksi masih akan tumbuh meski dibayangi biaya tinggi akibat kenaikan suku bunga The Fed.
FAIZ NASHRILLAH
Berita Terpopuler
Ada Udang di Balik Perpu SBY dan Koalisi Prabowo
Dari Harvard, Karen Mau Bantu Jokowi
Terima PPP, Koalisi Jokowi Siapkan Kursi Wakil MPR
Gerindra Menentang Pembubaran FPI