TEMPO.CO, Jakarta - Analis saham dari PT Universal Broker Indonesia, Satrio Utomo, mengatakan melemahnya indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia dan kurs rupiah terjadi akibat sentimen negatif dari situasi politik dalam negeri. "Terbentuknya formasi pimpinan DPR mengecewakan pasar," katanya kepada Tempo. (Baca: Kronologi Pemilihan Pimpinan DPR yang Tergesa-gesa).
Satrio mengatakan aksi jual investor asing, yang mulai terjadi pada awal September 2014, mencapai klimaks seiring dengan hasil Rapat Paripurna DPR. Kemenangan telak kubu Prabowo membuat pelaku pasar sangsi pemerintah presiden terpilih Joko Widodo bisa efektif mengeksekusi setiap kebijakan. (Baca: Tim Transisi Jokowi: Peluang Koalisi Tertutup).
Apalagi, kata Satrio, Jokowi harus segera merevisi Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada awal masa pemerintahannya. "Jadi-tidaknya pengurangan subsidi BBM (bahan bakar minyak) akan sangat menentukan kelanjutan investasi asing pada portofolio saham," ujarnya. (Baca juga: Cara Gerindra, Demokrat, dan PPP Bagi Kursi di DPR dan MPR).
Satrio khawatir, bila pelemahan berlanjut dan melampaui level psikologis 5.000, IHSG akan terus menukik ke bawah. "Kalau level 4.950 berhasil ditembus, arah IHSG selanjutnya akan menguji level 4.850," tuturnya.
IHSG dalam perdagangan Bursa Efek Indonesia melemah tajam hingga 140,10 poin ke level 5.000,8, Kamis, 2 Oktober 2014. Investor asing bahkan mencatat netto jual sebesar Rp 1,45 triliun. Mereka mencatat penjualan bersih hampir Rp 5 triliun selama tujuh hari berturut-turut.
Rupiah menjadi satu-satunya mata uang yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat. Rupiah turun 0,23 persen ke angka 12.162 per dolar AS. Sedangkan kurs empat mata uang di Asia Tenggara lainnya justru menguat karena tren dolar memang tengah melemah.
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan melemahnya kurs rupiah mulai membuat pemerintah khawatir. Jika tren ini terus berlanjut selama dua-tiga minggu ke depan, dunia usaha diperkirakan terkena dampak.
Anjloknya indeks saham dan rupiah kali ini merupakan cerminan sikap pasar modal yang mulai ragu terhadap situasi politik Indonesia. “Masalah ketidakpastian dalam bidang politik itu sangat menakutkan pihak investor, baik riil maupun portofolio,” katanya. (Baca: Pengamat: Koalisi Prabowo Sukses Balas Dendam )
DINI PRAMITA | M. AZHAR | MEGEL JEKSON | AMIR TEJO
Berita Terpopuler
Diboikot DPR, 4 Kekuatan Besar Dukung Jokowi
Pemilihan Pimpinan DPR Tergesa-gesa, Fahri Hamzah: Demi Jokowi
Pimpinan DPR Dikuasai Pro-Prabowo, Puan: Zalim