TEMPO.CO, Jakarta - Mata uang dolar Amerika Serikat berbalik melemah terhadap mayoritas mata uang regional setelah indeks dolar berhenti menguat dan turun ke level 85,59. Penguatan tajam dolar AS beberapa waktu terakhir memicu kecemasan akan adanya potensi kenaikan inflasi di Amerika Serikat yang dikhawatirkan akan berimbas terhadap merosotnya daya beli konsumen dan menahan pertumbuhan ekonomi.
Pada pukul 12.15 WIB, dolar AS masih takluk terhadap mata uang regional. Peso memimpin dengan menguat 0,35 persen ke level 44,92 per dolar AS, disusul ringgit yang naik 0,34 persen menjadi 3,27 per dolar AS. Adapun dolar Taiwan terapresiasi 0,19 persen ke level 30,43 per dolar AS.
Menurut ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta, pergerakan positif mata uang regional memang dipengaruhi pelemahan dolar. Indeks dolar yang berhenti menguat, kata dia, menyebabkan tekanan dolar juga sedikit mereda.
Namun, langkah pelemahan dolar belum mampu membuat rupiah menguat. Pada waktu bersamaan, rupiah justru masih terkoreksi tipis 3 poin (0,02 persen) ke level Rp 12.172 per dolar AS. Kurs rupiah bahkan sempat menyusuri level Rp 12.189 per dolar jelang perdagangan siang ini.
Situasi politik yang masih tak stabil akibat polemik Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) disinyalir membuat rupiah masih cenderung melemah. Investor yang khawatir dengan prospek stabilitas pemerintahan Joko Widodo ke depan cenderung memilih melepaskan aset-aset berdenominasi rupiah. “Instabilitas situasi politik domestik ikut menentukan derajat pelemahan rupiah yang masih tinggi,” ujar Rangga.
MEGEL | PDAT
Terpopuler:
Telepon Hamdan Zoelva, Ini Isi Curhatan SBY
Koalisi Merah Putih Targetkan Revisi UU KPK
Nurhayati: Walk-Out Demokrat Inisiatif Saya
Sjarifuddin Sebut Nurhayati Biang Walk-Out Demokrat
Kejutan, Maria Londa Rebut Emas Asian Games