TEMPO.CO, Jakarta - Meskipun sentimen penaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Fed) mulai mereda, nilai tukar rupiah masih cenderung terkoreksi. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (US Treasury/UST) yang semakin mengalami kenaikan membuat mayoritas investor terus mengakumulasi aset-aset berdenominasi dolar.
Pada pukul 11.15 WIB, rupiah diperdagangkan melemah tipis 6,5 poin (0,06 persen) pada level 11.989 per dolar. Sebelumnya rupiah bahkan sempat turun 28,5 poin (0,24 persen) ke level 12.011 per dolar.
Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta, mengatakan, meskipun tren penguatan dolar berkurang imbas meredanya sentimen The Fed, kurs regional tampaknya masih memperhatikan kenaikan UST. Yield UST sepuluh tahun yang sudah naik menjadi 2,69 persen membuat investor tak mau menyia-yiakan peluang profit. “Walaupun dolar index turun, rata-rata yield US Treasury masih berada dalam tren kenaikan,” ujarnya, Jumat, 19 September 2014.
Meskipun demikian, Rangga mengapresiasi langkah Bank Indonesia yang mulai memberlakukan aturan lindung nilai (hedging) mata uang dolar. Dia menilai upaya yang ditujukan untuk mengurangi risiko pelemahan rupiah tersebut dapat menurunkan tekanan terhadap rupiah.
Nasib serupa masih dialami sebagian kurs regional yang juga tetap bergerak negatif. Won turun 0,33 persen ke level 1.046,55, dan yen terkoreksi 0,52 persen pada level 109,25. Berbanding terbalik dengan itu, rupee India justru menguat 0,17 persen ke level 60,74 per dolar, dan yuan pun bergerak naik 0,05 persen menuju level 6,14.
MEGEL | PDAT
Terpopuler:
Jokowi Kaget Biaya Perjalanan Pemerintah Rp 30 T
Demokrat Merapat, JK Siapkan Kursi di Kabinet
5 Hal Berubah jika Skotlandia Lepas dari Inggris
Jadi Menteri Jokowi, Gerindra: Insya Allah, Kami Tolak
Arkeolog Meragukan Usia Koin Gunung Padang