TEMPO.CO, Lhokseumawe - Pemerintah memiliki utang subsidi pupuk hingga Rp 1,4 triliun kepada PT Pupuk Iskandar Muda (PIM). Utang tersebut untuk pembayaran tiga tahun jatah subsidi PIM. "Sudah (ditagih) namun belum ada," ujar Direktur Utama PIM Eko Sunarko di Lhokseumawe, Ahad, 14 September 2014. (Baca: BUMN Pupuk Dituding Nikmati Subsidi Terlalu Besar)
Piutang perseroan yang tersendat dari pemerintah menambah daftar persoalan yang dihadapi perusahaan. Sebelumnya, mahalnya pembelian harga gas, sudah cukup membebani keuangan perusahaan. "Kami membeli gas US$ 10,5 per MBTU padahal maksimal harga untuk pupuk itu US$ 7 per MBTU," kata dia. (Baca: Pupuk Bersubsidi Bakal Ludes Sebelum Oktober)
Saat ini biaya produksi untuk satu kilogram urea yang dihasilkan mencapai Rp 2.700 atau Rp 2,7 juta untuk satu hektare area. Biaya produksi jauh lebih tinggi dibandingkan nilai jual ke pemerintah sebesar Rp 1.800 per kilogram atau Rp 1,8 juta per hektare. Sisanya ditutup dari subsidi. (Baca: Subsidi Pupuk Rawan Diselewengkan)
Total produksi urea yang dihasilkan perusahaan anggota Pupuk Indonesia itu dipatok 570 ribu ton per tahun. Dari jumlah itu sebagian besar ludes untuk memasok kebutuhan dalam negeri, sedangkan sisanya untuk ekspor. "Kalau gasnya murah, kami bisa mengaktifkan satu pabrik lainnya yang kami miliki," ujarnya.
Selain ke PIM, pemerintah menunggak utang subsidi ke sejumlah perusahaan pupuk lainnya. Akibatnya total tunggakan subsidi pupuk pemerintah mencapai Rp 16,7 triliun kepada PT Pupuk Indonesia Holding Company (Persero). Angka itu merupakan akumulasi sepanjang 2010-2013. Pupuk Indonesia sebagai holding terpaksa harus menanggung beban bunga dan terhambatnya aliran dana segar untuk investasi baru.
Saat ini proporsi pendapatan perseroan dari pupuk bersubsidi mencapai 70 persen dan nonsubsidi 30 persen. Sedangkan kontribusi pupuk subsidi terhadap profit margin perseroan hanya mencapai 28 persen.
JAYADI SUPRIADIN
Berita Terpopuler