TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Dewan Gubernur Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) di level 7,5 persen dianggap rasional. Menurut peneliti dari perusahaan keuangan Morgan Stanley, Deyi Tan, kebijakan tersebut konsisten dengan usaha bank sentral mengontrol inflasi pada target 4,5 persen plus-minus 1 persen sepanjang 2014. (Baca: BI Rate Mungkin Tetap 7,5 Persen)
"Kebijakan tersebut juga konsisten untuk mengurangi defisit neraca transaksi berjalan di level yang lebih aman," kata Deyi dalam keterangan tertulis, Sabtu, 13 September 2014.
Menurut Deyi, BI melihat proses perbaikan ekonomi ke arah yang lebih berimbang masih terus berlanjut. Apalagi ada dukungan stabilitas makroekonomi. Namun, ujar dia, BI harus mewaspadai beberapa risiko yang bisa mengganggu stabilitas sistem keuangan dan ekonomi makro.
Peneliti dari Morgan Stanley lainnya, Zhixiang Zu, menuturkan BI bisa melanjutkan kebijakan campuran moneter dan makroprudensial untuk memperkuat struktur ekonomi domestik. BI juga harus memperbaiki koordinasi kebijakan dengan pemerintah untuk memastikan inflasi dan defisit neraca berjalan sejalan dengan proses perbaikan ekonomi. (Baca: Kenaikan Bunga The Fed Bebani Pemerintahan Jokowi)
Pada Kamis, 11 September 2014, Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan mempertahankan BI Rate sebesar 7,5 persen. Suku bunga lending facility dan suku bunga deposit facility juga tidak diubah, masing-masing pada level 7,5 persen dan 5,75 persen.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan kebijakan ini diambil berdasarkan penyesuaian struktur perekonomian ke arah yang lebih seimbang. Hal ini tercermin dari permintaan domestik yang terkendali dan inflasi yang berada dalam tren menurun, meski defisit transaksi berjalan meningkat, antara lain, karena pola musiman triwulan kedua 2014. (Baca: Kenaikan BI Rate Picu Perlambatan Ekonomi)
AYU PRIMA SANDI
Berita Terpopuler
Golkar Cium Kejanggalan di Balik Mundurnya Ahok
Kepala Daerah Pendukung Prabowo Membelot
Gerindra: Ahok Kader Salah Asuhan