TEMPO.CO, Jakarta - Tren penguatan dolar terhadap mata uang dunia belum akan reda sampai Pertemuan Komite Ekonomi Federal (FOMC Meeting) pekan ketiga September 2014. Analis dari PT Platon Niaga Berjangka, Lukman Leong, mengatakan penguatan dolar di pasar global membuat nilai tukar rupiah terus terkoreksi. Menurut dia, berakhirnya rezim stimulus bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang diikuti dengan rencana kenaikan suku bunga tabungan membuat pelaku pasar lebih tertarik berinvestasi di Amerika. (Baca: Isu The Fed Bisa Dongkrak Rupiah)
Hal itu terlihat dari banyaknya aksi jual yang terjadi di bursa Asia. Investor asing secara bertahap mulai mengalihkan risiko investasinya ke aset berdenominasi dolar AS, seperti obligasi sepuluh tahun AS, yang imbal hasilnya terus naik sejak awal pekan. Hal ini juga menyebabkan rupiah melemah. Pada penutupan perdagangan Kamis, 11 September 2014, rupiah turun 13 poin (0,11 persen) ke level 11.827 per dolar.
Menurut Lukman, geliat ekonomi di Amerika berjalan cukup meyakinkan dalam dua tahun terakhir dan secara berkelanjutan berhasil memulihkan pasar tenaga kerja. Perbaikan data-data ekonomi AS menimbulkan spekulasi bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga lebih cepat daripada yang diperkirakan. "Pasar akan terus mencermati isu ini hingga pertemuan FOMC Meeting pekan depan." (Baca: Tekanan terhadap Rupiah Diperkirakan Berlanjut)
Dari dalam negeri, rupiah tertekan oleh aksi jual investor asing di pasar modal sejak dua hari terakhir. Ada indikasi asing mulai beres-beres portofolio melihat kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang tak kunjung membaik. Apalagi lembaga pemeringkat Moody's sudah memberikan pernyataan bahwa Indonesia dan India rentan mengalami capital outflow karena memiliki mata uang yang lemah dan neraca transaksi berjalan defisit.
Lukman memperkirakan rupiah masih berisiko melemah ke 11.900-12.000 per dolar secara bertahap. Keputusan Bank Indonesia mempertahankan suku bunga dinilai masih tepat, walaupun moneter Indonesia menghadapi ancaman kekeringan likuiditas dolar. "Bank Indonesia masih akan mengkaji kebijakan moneter di AS dan tidak mengambil keputusan berdasarkan ekspektasi investor," ujarnya. (Baca: Impor Turun, Rupiah Masih Melemah)
M. AZHAR
Berita Terpopuler
Diminta Copot Jabatan, Ahok Tantang Gerindra
Sengkarut Pilkada di DPR, Ini Asal Mulanya
Pemerintah Mati-matian Loloskan Pilkada Langsung