TEMPO.CO, Jakarta - Penguatan dolar di pasar global menyebabkan investor memburu mata uang tersebut. Akibatnya, dalam transaksi di pasar uang pada Rabu, 3 September 2014, rupiah melemah 17 poin (0,14 persen) ke level 11.764 per dolar Amerika Serikat.
Analis dari PT Platon Niaga Berjangka, Lukman Leong, mengatakan rupiah semakin kehilangan tenaga setelah terkoreksi berturut-turut sejak akhir Agustus. "Pelaku pasar kurang percaya diri memegang rupiah," ujar Lukman.
Penguatan dolar dipicu oleh semakin membaiknya data-data ekonomi Amerika, terutama pada indikator ketenagakerjaan. Hal itu menguatkan dugaan bahwa bank sentral Amerika (The Fed) akan semakin mengetatkan kebijakan moneter. Di sisi lain, isu pelonggaran moneter Bank Sentral Eropa berpotensi melemahkan nilai tukar euro, sehingga bisa berdampak pada pelemahan rupiah.
Dari dalam negeri, rilis data ekspor dan impor pada Juli merosot tajam. Meski selisih ekspor-impor surplus US$ 123 juta, pelaku pasar sudah berasumsi bahwa aktivitas ekonomi semakin lesu.
Menurut Lukman, rupiah berpotensi melanjutkan pelemahan ke level 11.800 per dolar AS. Dalam waktu dekat, tutur Lukman, rupiah akan mulai bergeser dari kisaran 11.600-11.700 ke kisaran 11.700-11.800 per dolar AS.
Pasar masih menunggu berita susunan kabinet presiden terpilih Joko Widodo dan rencana pencabutan subsidi BBM. "Bila sudah ada kepastian soal subsidi BBM, rupiah baru bisa menguat," ujar Lukman.
M. AZHAR
Berita Terpopuler
Ketua KPK: Jero Wacik Lakukan Pemerasan
Pembelaan Jenderal Sutarman untuk Polisi 'Narkoba'
May Myat Noe, Sang Ratu Kecantikan Sesaat