TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Ibrahim Hasyim, menyatakan dengan kebijakan pembatasan volume bahan bakar minyak (BBM) subsidi pada tahun ini, maka kuota BBM tak bisa ditambah lagi. Kendati ada antrean panjang di beberapa stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), kuota tak bisa ditawar lagi.
"Kami menjaga volume. Mau teriak-teriak, mau minta ditambah, ya enggak bisa. Kan enggak boleh," kata Ibrahim saat dihubungi Tempo, Ahad, 24 Agustus 2014. (Baca: Beli BBM Bersubsidi Pengendara Antre Empat Jam)
Menurut Ibrahim, pembatasan volume BBM subsidi baru terjadi pada tahun ini melalui APBNP 2014. Nilai subsidi dan volume BBM subsidi digembok dan tak bisa ditambah lagi.
"Persoalannya di volume. Baru sekali ini volume digembok," katanya.
Berkaitan dengan terjadinya antrean panjang di sejumlah SPBU di Jalur Pantai Utara Jawa, seperti Tegal, Brebes, dan Cirebon, menurut Ibrahim, hal itu terjadi karena ada fenomena warga yang banyak keluar rumah saat akhir pekan. Konsumsi BBM subsidi akhirnya meningkat drastis sehingga menimbulkan antrean panjang. (Baca: Pembatasan BBM Subsidi SPBU Kekurangan Solar)
"Pola hidup orang sekarang kan akhir minggu banyak yang keluar rumah. Silakan saja, tapi pakailah BBM nonsubsidi," katanya.
Sebelumnya dilaporkan terjadi antrean panjang di sejumlah SPBU Jalur Pantura, tepatnya di wilayah Tegal dan Brebes. Antrean juga terjadi di wilayah Cirebon. Mereka antre untuk mendapatkan Premium. (Baca: BBM Bersubsidi Mulai Langka di Subang)
Melalui siaran pers, Vice President Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir, menyatakan fenomena antrean dan kehabisan BBM subsidi di sejumlah SPBU bukan karena ada kelangkaan BBM. Antrean itu merupakan konsekuensi dari pembatasan kuota BBM subsidi dari 48 juta kiloliter menjadi 46 juta kiloliter sampai akhir tahun ini.
"Stok BBM subsidi yang habis di SPBU pada sore hari merupakan konsekuensi logis dari pengaturan penyaluran BBM bersubsidi sesuai dengan sisa kuota yang telah ditetapkan dalam UU APBNP 2014," katanya.
Pada 1 Agustus 2014, pemerintah telah menghapus peredaran solar bersubsidi di Jakarta Pusat. Menyusul kemudian penghapusan Premium di SPBU sepanjang jalur tol dan pembatasan waktu penjualan solar bersubsidi di kawasan tertentu.
KHAIRUL ANAM
TERPOPULER
Jokowi Kalah Rapi Ketimbang Paspampres
Wibawa Golkar Turun jika Gabung ke Jokowi
Fenomena Bulan Kembar pada 27 Agustus Hoax
Buka Data Nasabah, Izin Bank Bisa Dicabut