TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah melarang penjualan solar bersubsidi di wilayah Jakarta Pusat mulai 1 Agustus 2014. Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) mencatat ada 26 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di wilayah itu yang hanya boleh menjual solar nonsubsidi. (Baca juga: Besok, Solar Subsidi Tak Dijual di Jakarta Pusat)
Ketua DPD Hiswana Migas wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, Juan Tarigan, mengatakan saat ini baru 16 SPBU yang siap dengan tangki timbun untuk Pertamina Dex, solar nonsubsidi dari Pertamina. "Sudah ada 16 SPBU yang siap punya Pertamina Dex curah, yang 10 SPBU karena tangkinya masih dibersihkan, maka disiapkan Pertamina Dex dalam kemasan," kata Juan, Kamis, 31 Juli 2014.
Juan mengatakan SPBU di wilayah Jakarta Pusat menjual rata-rata 5.000 liter solar bersubsidi setiap hari. Dengan langkah ini, konsumsi solar bersubsidi di Jakarta Pusat akan berkurang sekitar 130.000 liter per hari.
Namun, Juan mengatakan volume bahan bakar minyak bersubsidi yang dihemat belum tentu sebanyak volume penjualan yang dipangkas dari Jakarta Pusat. "Bisa ada efek gelembung. Omzet akan merembes ke daerah perbatasan. Di Jakarta Pusat ditekan, merembes ke Jakarta Selatan. Ini karena disparitas harga masih tinggi," kata Juan.
Juan mengatakan saat ini harga solar nonsubsidi berkisar Rp 13.000 per liter, sementara harga solar bersubsidi Rp 5.500 per liter. Pemerintah akan membatasi penjualan solar bersubsidi dan Premium untuk menjaga agar kuota BBM bersubsidi yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 sebesar 46 juta kiloliter tidak terlampaui.
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memperkirakan kuota solar bersubsidi akan habis pada pekan ketiga November jika tak ada penghematan. (Baca juga: Solar Bersubsidi Dibatasi di Luar Jawa)
BERNADETTE CHRISTINA MUNTHE
Terpopuler