TEMPO.CO, Jakarta - Badan Perlindungan Konsumen Nasional menyatakan Indonesia saat ini belum banyak memiliki lembaga yang mengurusi permasalahan konsumen. Hingga saat ini Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang ada di Indonesia baru sebanyak seratus unit.
"Idealnya, BPSK tersedia minimal satu unit di setiap kota dan kabupaten di Indonesia," kata anggota BPKN, Deddy Saleh, saat ditemui seusai penandatanganan MoU dengan SAIC Tiongkok di Kementerian Perdagangan, Senin, 9 Juni 2014.
Jika ada sekitar 500 kabupaten dan kota yang ada di Indonesia, artinya jumlah BPSK yang didirikan juga harus sebanyak itu. Apalagi keberadaan BPSK ini penting sebagai lembaga yang memfasilitasi keluhan konsumen terkait dengan produk barang dan jasa. "Di Cina saja ada sampai empat juta unit," ujarnya. (Baca: Pemerintah Siapkan Perlindungan Konsumen Online)
Sayangnya, keberadaan BPSK yang sudah ada pun saat ini banyak yang tidak berkembang, bahkan mati. Sebab, lembaga-lembaga ini mengalami kesulitan pembiayaan. "Di Cina bisa banyak sekali karena tidak hanya dibentuk oleh pemerintah, tapi juga mendapatkan bantuan pembiayaan," ujarnya. (Baca: UNS Segera Buat Pusat Studi Perlindungan Konsumen)
Menurut Deddy, lembaga penyelesaian sengketa semacam BPSK ini semestinya mendapatkan bantuan pendanaan dari pemerintah. Apalagi ini terkait dengan perlindungan konsumen yang sebenarnya mencakup semua pihak. "BPSK ini badan peradilan di luar pengadilan yang cepat dalam solusi dan tidak berpihak pada satu sisi saja, misalkan produsen," ujarnya.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional baru saja meneken nota kesepahaman pada bidang perlindungan konsumen dengan lembaga perlindungan konsumen Tiongkok, The State Administration for Industry and Commerce (SAIC). Kerja sama ini diharapkan bisa membantu Indonesia dalam meningkatkan perlindungan konsumen dalam negeri.
AYU PRIMA SANDI
Berita utama:
Haters Jokowi-Prabowo Terancam Pikun Lebih Dini
Debat Capres, Prabowo Mungkin Menyerang Jokowi
Heboh Meteor di Jakarta, LAPAN: Itu Jejak Pesawat