TEMPO.CO, Semarang - Pakar transportasi dan angkutan jalan raya Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno menilai jalan raya pantai utara di Jawa Tengah saat ini menjadi korban angkutan barang yang kelebihan tonase.
Kejadian itu disebabkan oleh perilaku petugas jembatan timbang meloloskan kendaraan dengan beban di atas ketentuan, tanpa denda. "Ada ribuan truk yang lolos, padahal angkutan barang itu rata-rata melebihi beban angkut yang ditentukan," kata Djoko, Ahad, 27 Mei 2014.
Korban pelanggaran beban berat angkutan itu adalah jalan raya yang terus rusak. Sedangkan pemberlakuan sistem baru masih terhambat payung hukum berupa peraturan pemerintah dan infrastruktur jembatan timbang yang belum memenuhi syarat untuk mengontrol angkutan barang.
"Dampak lain adalah pengadilan akan disibukkan dengan sidang pelanggaran angkutan," Djoko menambahkan. (Baca juga: Ini Penyebab Kerusakan Ruas Pantura Paling Parah)
Analisis Djoko itu didasarkan pada kondisi jembatan timbang di Jawa Tengah yang kembali memberlakukan sistem kontrol sesuai dengan Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang jembatan timbang. Pemberlakuan itu terjadi setelah Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, memergoki praktek pungutan liar saat melakukan inspeksi mendadak pada awal Mei lalu.
Namun, Djoko menjelaskan pelaksanaan teknis perda itu justru menambah persoalan dengan banyaknya angkutan barang yang lolos saat menghindari antrean. "Akibatnya, kondisi jalan semakin tak karuan," katanya.
Ia menyarankan agar pemerintah Jawa Tengah mengeluarkan kebijakan jangka pendek untuk mengurangi pelanggaran kelebihan beban. Langkah itu sambil menunggu peraturan pemerintah yang memberlakukan fungsi jembatan timbang sebagai kontrol angkutan secara mutlak.
Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi Dan Informatika Jawa Tengah, Urip Sihabudin, menyatakan saat ini telah mengajukan solusi pengurangan pelanggaran kelebihan beban dalam transportasi angkutan barang. Pengajuan ke pemerintah pusat itu meliputi program jangka pendek dalam waktu 1-3 tahun mendatang dengan penerapan denda maksimal melalui perda.
"Langkah lain melakukan MoU dengan lembaga peradilan untuk penerapan denda tilang maksimal," kata Urip.
Saat ini, ia mengimbuhkan, pemerintah daerah juga mengajukan konsep pengembangan e-monitoring data kendaraan angkutan barang di jembatan timbang yang terkoneksi dengan pengujian kendaraan bermotor. "Sedangkan penerapan denda berulang selama kelebihan muatan belum sesuai aturan," katanya.
Sedangkan solusi jangka menengah 3-7 tahun adalah melakukan evaluasi lokasi jembatan timbang untuk penerapan desain melalui rehabilitasi atau pembangunan baru. Langkah itu dinilai memudahkan penindakan melalui penurunan kelebihan muatan atau pelarangan operasi bagi kendaraan yang melanggar.
"Langkah dilengkapi dengan pengembangan e-enforcement berbasis buku uji elektronik untuk meminimalisasi kontak petugas dengan pelanggar," katanya.
EDI FAISOL
Berita utama:
Amien Rais Bantah Teriakkan Yel 'Hidup Prabowo'
Polisi: Wisnu Tjandra Tidak di Luar Negeri
Krisdayanti dan Yuni Shara Diklaim Dukung Jokowi