TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Muhamad Chatib Basri meminta komitmen dan langkah konkret Kementerian Perindustrian terkait penggunaan bahan bakar untuk mobil murah dan ramah lingkungan (LCGC). Dia khawatir konsumsi BBM bersubsidi membengkak karena proyek otomotif tersebut. (baca:Pemerintah Disarankan Cabut Kebijakan Mobil Murah)
“Saya concern masalah BBM karena khawatir konsumsinya tinggi. Dari segi pajak bisa cancel out karena jumlah mobil LCGC yang dijual naik sehingga revenue naik. Tapi, yang penting bagaimana penggunaan BBM,” kata Chatib, Senin, 7 April 2014.
Chatib meminta Kementerian Perindustrian merumuskan cara teknis melarang pemilik mobil tersebut tidak menggunakan BBM bersubsidi. Dia mencontohkan pengaturan nozzel (lubang dan kepala selang di SPBU) atau penggunaan sistem teknis lainnya yang berdampak pada mesin jika menggunakan BBM bersubsidi. “Kalau punishment hanya imbauan, tidak akan jalan,” ujarnya. (Baca: Subsidi BBM Tekor, Mobil Murah Dievaluasi)
Secara resmi Chatib sudah mengirimkan surat kepada Menteri Perindustrian M.S. Hidayat untuk mengevaluasi penggunaan bahan bakar mobil tersebut. Namun, kedua menteri belum sepaham. Hidayat lebih mengaitkan permintaan evaluasi ini terhadap industri Indonesia dalam berkompetisi dengan kendaran impor. “Ini mendorong investasi agar Indonesia mandiri dalam teknologi mobil,” kata Hidayat.
Namun, secara teknis ada yang Hidayat sepakati yaitu mendukung pembedaan ukuran diameter nozzle BBM non-subsidi yang digagas PT Pertamina. Rencana ini terus digodok. Diameter nozzle BBM dengan tipe research octane number (RON) 92 ke atas atau kelas Pertamax akan berbeda dengan nozzle BBM dengan RON 92 ke bawah yang disubsidi.
ANGGA SUKMA WIJAYA | ALI HIDAYAT | AYU PRIMA SANDI
Terpopuler
Modus Lama, Faktur Berdasarkan Transaksi Fiktif
Pakai APBN, Butuh 100 Tahun Kerjakan Infrastruktur
Bank Dunia: Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,3 Persen