TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menemukan keberadaan importir nakal yang mengantongi kuota impor beras asal Vietnam. Temuan yang dicatat dalam laporan yang baru selesai disusun dua pekan lalu itu menyebutkan beras medium masuk sebagai beras premium berkarung merek AAA.
"Tapi, setelah ramai-ramai beras Vietnam mencuat di media, beras medium ini tak ada lagi di kios, semua disembunyikan," kata Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Susiwijono Moegiarso, seperti dilansir majalah Tempo, terbit Senin 10 Februari 2014.
Petunjuk bahwa beras Vietnam masuk sebagai beras medium berasal dari harga yang tercantum pada commercial invoice dan penghitungan dalam dokumen pemberitahuan impor barang (PIB). Harga yang tertera berkisar US$ 550-620 per ton, atau sekitar Rp 6.600-7.500 per kilogram. Harga ini setara dengan harga beras medium lokal. Modus seperti ini terendus dalam importasi milik CV Pari Pangan Utama.
Dalam laporan intelijen itu, beberapa importir diduga mengendalikan importasi beras Vietnam, yaitu Rudi Siswanto alias Apoi pemilik CV Sederhana Makmur dan CV Bintang Jaya Sejahtera, Hendra, Hansen, Akwang alias Ganda, Gani, Awi, Yonathan alias Aboy, Ated, dan Tejo.
Dari 98 importir non-Bulog yang tercatat dalam data kepabeanan, diduga kuat hanya segelintir orang yang mengendalikan importasi. "Diatur hanya oleh tiga orang," kata sumber Tempo. Terselip dalam laporan itu sebuah kalimat: "Aliansi importir beras nakal dekat dengan pejabat Kementerian Perdagangan yang membekingi penyimpangan impor beras."
Ditemui di Blok K Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, Rudi Siswanto membantah tudingan importir beras premium memasukkan beras medium. "Tidak ada itu beras medium dari Vietnam," katanya, Rabu, 5 Februari 2014. Rudi balik menuding bahwa kicauan Billy Haryanto, pelapor membanjirnya beras medium Vietnam, tak lebih dari buntut persaingan antara importir dan bandar beras besar. Iwan Zakaria, pemilik CV Pari Pangan Utama, juga membantah tudingan memainkan beras. "Kami mendapat izin impor beras," ujarnya.
Menteri Perdagangan waktu itu, Gita Wirjawan, membantah bagi-bagi kuota beras impor berasal dari instansinya. Menurut dia, dokumen surat persetujuan impor (SPI) yang diterbitkan Kementerian Perdagangan mengacu pada rekomendasi Kementerian Pertanian.
"SPI dan sisinya pasti tidak anomali, tidak lebih dari yang direkomendasikan," katanya. Adapun Menteri Pertanian Suswono menegaskan rekomendasi kuota mengacu pada rapat bersama tim kelompok kerja perberasan yang dipimpin Kementerian Koordinator Perekonomian.
AKBAR | TOMI | AMANDRA | MARTHA