TEMPO.CO, Semarang - Gangguan banjir dan cuaca ekstrem saat ini mengganggu produksi mebel dan furnitur di Jawa Tengah. Bahkan sejumlah perajin dan pengusaha kerajinan berbahan dasar kayu itu terpaksa menghentikan produksi. Sikap yang sama juga dilakukan oleh eksportir. Sebagian dari mereka menghentikan pengiriman dan menggagalkan ketentuan kerja sama dengan pihak asing untuk menjual produknya.
"Kami hentikan produksi dan pengiriman karena banjir dan hujan tinggi," kata Ketua Asosiasi Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Jawa Tengah Anggoro Ratmodiputro, Senin, 3 Februari 2014.
Menurut Anggoro, hambatan utama produksi mebel dan aneka kerajinan furnitur berkaitan dengan pengiriman bahan baku ke perajin dan barang jadi ke pelanggan. Di sisi lain, banyak juga pengusaha mebel yang tak mampu memproduksi karena pengaruh cuaca. "Bahan baku kayu yang didapat kurang kering. Kalau dipaksa produksi kualitasnya jelek," Anggoro menambahkan.
Banjir yang merendam berbagai wilayah selama hampir satu bulan itu membuat eksportir di Jawa Tengah membatalkan perjanjian kerja sama dengan asing. Kondisi ini dinilai akan berpengaruh pada nilai ekspor jenis mebel dan furnitur di Jawa Tengah, yang rata-rata senilai US$ 500 juta per tahun. "Bisa dihitung sendiri berapa kerugian kami," kata Anggoro.
Macetnya produksi mebel di Jawa Tengah ini karena sentra produksi mebel dan furnitur di Jepara, Kudus, dan Pati tergenang air. Kondisi itu membuat bahan baku asal luar daerah, seperti Kabupaten Blora, tak bisa masuk.
Anggoro menyebutkan kondisi itu diakui oleh perwakilan Uni Eropa yang hendak menguji verifikasi kayu di Jepara pada Selasa dan Rabu pekan lalu. "Utusan dari Uni Eropa terjebak banjir dan tak bisa keluar dari Jepara. Ia menginap di Kudus," katanya.
Direktur Jepara Ethnic Furniture Sahli Rais membenarkan kondisi itu. Menurut dia, produksi mebel dan furnitur di Kabupaten Jepara telah macet selama hampir satu bulan ini. "Itu dampak beruntun dari hujan dan banjir yang melanda Jepara," ujar dia.
EDI FAISOL