TEMPO.CO , Jakarta - Pada 2013, Kementerian Pertanian mencatat produksi beras mencapai 39,8 juta ton, sementara kebutuhan untuk konsumsi 34,4 juta ton. Artinya, tahun lalu Indonesia surplus beras sebesar 5,41 juta ton. Bila produksi beras dihitung oleh Kemenentrian Pertanian di lapangan melalui sistem sampling, lalu bagaimana menghitung jumlah kebutuhan konsumsi beras masyarakat Indonesia?
Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP), Yusni Emilia Harahap menjelaskan, patokan yang digunakan untuk menghitung konsumsi beras di Indonesia adalah angka 139 kilogram per kapita per tahun. Maka dengan jumlah penduduk Indonesia yang tahun lalu 247 juta jiwa, didapatlah angka konsumsi beras 34,4 juta ton. Data tersebut berasal dari sensus pada 1996. "Sudah lama memang, 17 tahun lalu," kata Yusni, Sabtu 1 Februari 2014.
Menurut Yusni, data tahun tersebut masih digunakan karena hingga saat ini hanya data dari BPS itulah yang valid sebagai pertimbangan pengambilan keputusan pemerintah. "Kalau tidak percaya BPS lalu percaya siapa lagi," katanya.
Selain itu, Yusni juga menyatakan bahwa impor tak serta merta menunjukkan kurangnya produksi beras nasional. Sebab, ada kebutuhan beras jenis tertentu yang tak bisa dipenuhi dari dalam negeri. "Ada beras jenis khusus seperti Japonica dan Basmati untuk para ekspatriat. Bahkan, ada beras khusus untuk penderita diabetes," ujarnya.
Sementara itu, pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori meragukan semua data tersebut. "Kalau memang tahun lalu surplus begitu banyak, kenapa masih impor?" ujarnya. Ia mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), impor beras untuk periode Januari - November 2013 mencapai 432,87 ribu ton. (Baca pula: Mentan Pastikan Beras Vietnam di Cipinang Ilegal).
Khudori juga tak sepakat dengan angka yang digunakan untuk menghitung kebutuhan beras. Sebab, pada 2012, Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian mengeluarkan data terbaru konsumsi beras masyarakat hanya 113 kilogram per kapita per tahun. Turunnya angka konsumsi beras itu akibat ada diversifikasi pangan olah masyarakat. Jika menggunakan angka terbaru tersebut maka konsumsi beras masyarakat Indonesia tahun lalu hanya 27,91 juta ton. "Ini kan selisihnya besar," ujarnya.
Khudori curiga, pemerintah sengaja menggunakan angka patokan yang lama agar jumlah konsumsi beras masyarakat tampak lebih besar. Hal itu bisa digunakan sebagai alasan untuk menambah impor. "Impor sendiri untuk pihak tertentu memang lebih menguntungkan karena rentenya jelas," ujarnya.
PINGIT ARIA
Berita Lain:
Penjualan Tablet Melonjak
Semua Boleh Pakai Foto Gus Dur, Kecuali Partai Ini
Llorente Antusias Sambut Kedatangan Osvaldo
Murry Wafat Koes Plus Tersisa Yon dan Yok Koeswoyo
Jokowi 'Corat-coret' Direksi PT Transjakarta