TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Chairul Tanjung menyatakan perekonomian Indonesia mengalami perlambatan memasuki semester II 2013. "Efeknya terjadi pada pertengahan 2013 dan berlanjut ke 2014," ujarnya dalam Seminar dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), di Jakarta, Kamis, 16 Januari 2014.
Menurut dia, pada paruh 2013 perekonomian Indonesia seperti masuk dalam turunan secara mendadak. Padahal, Chairul mengungkapkan, pada 2012 dan tahun-tahun sebelumnya, perekonomian Indonesia diibaratkan seperti pesawat yang mendapat dorongan angin dari belakang atau tailwind. "Sehingga sampainya lebih cepat, dari yang 900 kilometer per jam menjadi 1.000 kilometer per jam," kata dia. (Baca juga : BI Rate Dipertahankan Tetap 7,5 Persen)
Chairul mengungkapkan, faktor pendorong berikutnya adalah bonanza Cina dan India. Ia menjelaskan, saat perekonomian di Amerika Serikat dan Eropa tak membaik pada 2008-2009, terjadi pergeseran ekonomi di emerging countries seperti Cina, India dan Indonesia.
Ketika perekonomian Amerika Serikat Jatuh, pemerintah negara itu menerapkan kebijakan untuk memompa keluar uang yang seharusnya masuk ke perekonomian mereka. Akibatnya, Chairul menyatakan, uang pun keluar dari Amerika Serikat. (Baca juga : 2014, Investasi Diprediksi Masih Sepi)
"Uang itu prinsipnya seperti air, mencari ke tempat yang lebih rendah, yang imbal hasilnya paling kecil seperti Cina, India dan Indonesia," ujar Chairul. Ia mengatakan, dengan adanya arus uang dan tailwind itu, perekonomian Indonesia tumbuh dengan cepat.
Sementara itu, ia menjelaskan, perekonomian Cina dan India tumbuh karena kedua negara ini memiliki jumlah penduduk yang luar biasa. Chairul mengatakan, permintaan dari kedua negara naik, sedangkan suplai tetap sehingga harga barang tambang seperti batubara, emas, tembaga, timah dan besi meningkat.
"Peningkatan harga bahan makanan seperti kelapa sawit, cokelat dan karet membuat ekonomi Indonesia baik karena harga bagus dan ekspor naik luar biasa," ucap Chairul. Pada masa itu, ia melanjutkan, uang masuk ke Indonesia lewat investasi. Akibatnya, rupiah menguat dan pertumbuhan ekonomi tinggi. (Baca juga : Apindo: Pertumbuhan Ekonomi 2014 Hanya 5 Persen )
Kemudian, Chairul melanjutkan, keadaan ekonomi Indonesia melemah karena tiba-tiba kondisi Amerika Serikat dan Eropa membaik karena negara tersebut mengurangi stimulusnya yang sebelumnya digelontorkan melalui program pelonggaran kuantitatif (quantitative easing/QE). Jika hal itu tidak dihentikan, kata dia, akan terjadi inflasi pada negara tersebut.
"Sehingga mereka menarik uang karena ada kebijakan tapering off, dari yang semula US$ 85 miiliar per bulan, mereka tarik pelan-pelan dikurangi US$ 10 miliar dulu," kata Chairul.
Ia menuturkan, pada pertengahan tahun ini, seluruh uang tersebut akan ditarik kembali. Oleh karena itu, ia memprediksi arus investasi berkurang, eskpor menurun dan terjadi defisit pada neraca perdagangan dan neraca berjalan.
MARIA YUNIAR
Terpopuler :
Ditolak Merger, SCTV Ajukan Gugatan ke Pengadilan
SCTV dan Indosiar Mau Merger, Ditjen Pajak Tolak
Pertamina Kirim Ulang Elpiji 3 Kg ke Tarakan
Lion Air Tak Campuri Politik Rusdi
Sengketa TPI, Tutut Minta Hary Tanoe Taat Hukum