TEMPO.CO, Jakarta -- Partai Demokrat menyatakan penolakannya terhadap kenaikan harga Elpiji 12 kilogram. Partai pemerintah ini menilai kenaikan harga Elpiji non subsidi ini dilakuakan secara sepihak oleh PT Pertamina (Persero).
"Atas dasar itu, DPP Partai Demokrat meminta pemerintah dan PT Pertamina segera mengevaluasi dan membatalkan keputusan kenaikan harga Elpiji 12 kilogram tersebut," kata juru bicara Partai Demokrat, Mohamad Ikhsan Modjo dalam keterangan resmi, Sabtu, 4 Januari 2014.
Ikhsan memaparkan, kenaikan harga Elpiji 12 kilogram ini hanya memberatkan biaya hidup masyarakat banyak. Sebab, kenaikan hanya menimbulkan dampak berantai terhadap inflasi dan menambah jumlah orang miskin. Selain itu, kenaikan harga semakin menambah disparitas harga dengan Elpiji 3 kilogram. "Tentunya ujungnya kelangkaan dan ketidakterjangkauan harga kedua jenis elpiji ini oleh masyarakat," ujarnya.
Terkait keluhan kerugian yang mesti ditanggung perusahaan, Ikhsan menilai bukan perkara yang sulit bagi Pertamina. "Masih ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk memperbaiki efisiensi baik dalam distribusi maupun produksi gas yang bisa menekan biaya produksi gas Elpiji," ujarnya.
Mulai 1 Januari 2014, Pertamina memberlakukan harga baru Elpiji non-subsidi secara serentak di seluruh Indonesia. Rata-rata kenaikan di tingkat konsumen sebesar Rp 3.959 per kilogram. Kenaikan ini menjadi keputusan Perseroan menyusul tingginya harga pokok Elpiji di pasar dan melemahnya nilai tukar rupiah yang menyebabkan kerugian perusahaan semakin besar.
Juru bicara Pertamina Ali Mundakir mengatakan, dengan konsumsi Elpiji non subsidi kemasan 12kg tahun 2013 yang mencapai 977 ribu ton, di sisi lain harga pokok perolehan Elpiji rata-rata meningkat menjadi US$873, serta nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar, maka kerugian Pertamina sepanjang tahun ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp5,7 triliun.
AYU PRIMA SANDI