TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia ingin menambah investasi di Srilanka. Hal itu terungkap dalam pertemuan bilateral kedua negara di sela-sela kegiatan Konferensi Tingkat Menteri World Trade Organization (KTM-WTO) ke-9, di Nusa Dua, Bali.
Indonesia yang diwakili Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, bertemu dengan Menteri Industri dan Perdagangan Sri Lanka, Rishad Bathiudeen. Keduanya membahas upaya untuk meningkatkan hubungan perdagangan dan investasi antara Indonesia dan Sri Lanka yang dapat menguntungkan. "Saat ini, Indonesia sedang menjajaki investasi di bidang perhotelan dan travel di Sri Lanka," kata Bayu dalam keterangan resmi, Rabu, 4 Desember 2013.
Belum adanya kesepakatan antara pihak-pihak di sektor swasta membuat Bayu enggan menyebut nama perusahaan nasional yang hendak melebarkan sayap bisnisnya. Yang pasti, saat ini beberapa perusahaan Indonesia yang telah melakukan investasi ke Sri Lanka, antara lain PT Kalbe Farma dan PT Dexa Medica (obat-obatan), PT Jembo Cable (kabel listrik), Indorama Group (bahan baku tekstil), PT Agro Indomas (pengolahan kelapa sawit), dan PT Usaha Tani Lestari (produk-produk kelapa).
Di bidang pertanian, Sri Lanka dikenal sebagai negara pengekspor teh terbesar kedua di dunia. Selain itu, negara ini juga dikenal sebagai negara pengekspor gandum, karet, kelapa dan serat. Produksi karetnya mencapai 36 persen produksi karet dunia.
Tak kalah penting, Bayu juga meminta dukungan Pemerintah Sri Lanka untuk mendukung tercapainya kesepakatan pembahasan Paket Bali dalam Konferensi Tingkat Menteri WTO ke-9.
Sri Lanka merupakan negara mitra dagang potensial Indonesia. Pada tahun 2012, Sri Lanka menduduki urutan ke-37 sebagai negara tujuan ekspor Indonesia dengan pangsa 0,22 persen. Pada Januari-Agustus 2013, total perdagangan kedua negara mencapai USD 251,9 juta. Neraca perdagangan bulan Januari-Agustus 2013, menunjukkan surplus bagi Indonesia sebesar USD 180,2 juta.