TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perindustrian Mohamad Suleman Hidayat mengatakan, Indonesia dan pihak Nippon Asahan Alumunium belum menunjuk pengaudit yang akan menjadi auditor independen dalam post audit Indonesia Asahan Alumunium (Inalum). Menurut dia, penunjukkan auditor akan dilakukan setelah terjadi penandatanganan pengakhiran kerja sama (termination agreement).
"Belum ditunjuk siapa auditornya. (Akan) Ditunjuk bersama," katanya melalui pesan singkat kepada Tempo di Jakarta, Jumat, 15 November 2013. Hidayat mengatakan auditor independen yang akan dipilih oleh Indonesia dan Jepang merupakan auditor swasta internasional. Ia menolak menyebutkan kandidat auditor serta kriteria apa saja yang akan menjadi pertimbangan Indonesia.
"Yang pasti swasta internasional, international consultant yang selalu digunakan perusahaan-perusahaan dengan reputasi yang bagus," kata dia. Hidayat memperkirakan proses post audit akan berlangsung selama 5-6 pekan. Penandatanganan pengakhiran kerja sama, kata dia, diharapkan bisa dilakukan pekan depan. Indonesia juga berharap proses penandatanganan akan dilakukan di Jakarta.
Saat pengakhiran kerja sama antara NAA dan Indonesia, nilai buku sebesar US$ 556 juta yang telah disepakati akan langsung dibayar. Selisih yang ditemukan dalam post audit akan dibayarkan kemudian.
Jika selisih post audit kurang dari US$ 20 juta, maka Indonesia akan langsung membayar kepada NAA. Tapi, jika selisih post audit melebihi US$ 20 juta, maka selisih tersebut akan dibawa pada jalur arbitrase.
Hidayat memprediksi nilai selisih post audit akan mencapai US$ 5 juta. Ia mengaku optimistis bahwa selisih hasil post audit dengan nilai buku tidak akan melebihi US$ 20 juta. "Itu memang estimasi, pokoknya kecil, di bawah US$ 20 juta," katanya.
Dua pekan lalu, NAA mengirim surat resmi kepada Indonesia yang berisi pernyataan bahwa pengambilalihan Inalum akan dilakukan melalui jalur arbitrase. Keputusan ini dilakukan setelah sebelumnya Jepang setuju untuk tidak menempuh jalur arbitrase dan pengambilalihan diselesaikan dengan nilai buku US$ 558 juta. Tapi, pekan ini, Jepang kembali bersedia berunding dengan Indonesia.
Dalam perundingan yang dilakukan di Singapura tersebut, kedua belah pihak sepakat tidak menempuh jalur arbitrase. Nilai buku yang disepakati mencapai US$ 556 juta dengan post audit. Jika selisih hasil post audit melebihi US$ 20 juta maka selisih tersebut akan disengketakan di jalur arbitrase. Tapi jika selisih post audit kurang dari US$ 20 juta maka jumlah tersebut langsung dibayarkan. Harga nilai buku US$ 556 juta akan langsung dibayarkan saat pengakhiran kerja sama tersebut.
ANANDA TERESIA