TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya menyepakati pengambilalihan saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) oleh pemerintah. Persetujuan ini diperlukan untuk penggunaan uang sebesar Rp 2 triliun yang telah dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P 2012) dan anggaran sebesar Rp 5 triliun dalam APBN-P 2013 untuk mengambil alih kepemilikan Nippon Asahan Aluminium sebesar 58,8 persen.
"Komisi sepakat pemerintah bisa mengambil alih Inalum," kata Ketua Komisi Keuangan, Olly Dondokambey dalam Rapat Kerja dengan Kementerian Keuangan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di Senayan, Rabu, 30 Oktober 2013.
Kendati demikian, jumlah pasti nilai buku pengambilalihan Inalum belum diketahui. Sebab, nilai buku yang dihitung oleh BPKP sebesar US$ 558 juta baru merupakan proyeksi aset dan kinerja Inalum dalam tahun fiskal 2013. "Nilai buku yang akan digunakan untuk mengambil alih PT Inalum nanti didasarkan pada hasil audit BPKP yang akan berakhir pada 31 Oktober 2013," kata Olly.
Dalam rapat kerja yang berlangsung selama kurang lebih empat jam tersebut, Kepala BPKP Mardiasmo menjelaskan, kenaikan nilai pengambilalihan Inalum dari US$ 424 juta menjadi US$ 558 juta yang selama ini dipertanyakan oleh Komisi adalah proyeksi. "Selisih tersebut merupakan angka perhitungan kami untuk aset dan kinerja Inalum pada tahun fiskal 2013, yakni mulai 1 April 2013 sampai 31 Oktober 2013," ujarnya.
Mardiasmo mengatakan, nilai buku pengambilalihan Inalum nantinya akan menggunakan hasil audit BPKP yang saat ini sedang dilakukan dan berakhir pada 31 Oktober. "Jadi nilai sebesar US$ 558 juta itu masih perkiraan, hasilnya sebenarnya berapa itu belum tahu nanti dari auditor tapi saya rasa tidak jauh-jauh dari angka itu," ujarnya.
Anggota Komisi Keuangan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Maruarar Sirait mempertanyakan selisih yang belum ditetapkan tersebut. Sebab, jika belum ada kesepakatan dengan pihak NAA, investor asal Jepang tersebut bisa mengajukan pengadilan arbitrase internasional. "Kalau masuk arbitrase, lalu Indonesia mengikuti Jepang, kita punya potensi kerugian negara karena angkanya bisa di atas US$ 558 juta," ujarnya.
Menteri Keuangan Chatib Basri menolak menanggapi komentar PDIP itu. "Saya tidak bisa mengomentari soal negosiasi dengan Jepang. Yang saya bisa sampaikan, DPR sudah menyepakati pengambilalihan Inalum oleh pemerintah," ujarnya usai rapat.
AYU PRIMA SANDI
Topik Terhangat:
Suap Bea Cukai | Buruh Mogok Nasional | Suap Akil Mochtar | Misteri Bunda Putri | Dinasti Banten
Berita Terpopuler:
Detik-detik Menegangkan Penangkapan Heru
Soal Lurah Susan, Menteri Gamawan Pasrah
Kekayaan Prabowo Lebih dari Rp 1,6 Triliun
Tolak Ahok, PPP Dinilai Mirip Anak Kecil
Polisi Penangkap Heru Teman Sekelas di SMA