TEMPO.CO, Jakarta -Kementerian Perhubungan menyatakan bahwa pemerintah tidak bisa melarang atau membatasi maskapai untuk memesan pesawat terbang. Menurut dia, kewenangan pemerintah hanya mengendalikan jumlah armada yang dikendalikan.
"Mereka biasanya memesan pesawat duluan supaya harganya bisa lebih bagus. Jumlah yang dioperasikan dalam Air Operator Certificate (AOC), harus sesuai dengan jumlah pilot," kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti, di Hotel MIlenium, Jumat, 11 Oktober 2013.
Herry mengatakan sangat sulit bagi pemerintah untuk membatalkan pesanan pesawat yang sudah disepakati oleh maskapai tertentu. Menurut dia, langkah pembatalan pesanan merupakan tindakan melanggar hukum. Ia juga tidak menampik bahwa banyak maskapai tengah memesan banyak maskapai demi mengembangkan usaha mereka. "Tapi kalau kami batalkan ya kami digugat," katanya.
Yang terpenting, kata Herry, dalam setahun, Kementerian Perhubungan membatasi operasional pesawat serta jumlah pesawat yang masuk tiap tahun. Menurut dia, maskapai boleh saja memesan pesawat tapi pesawat tidak serta merta dating dan beroperasi di Indonesia. "Kami selalu mengontrol setiap tahun. Misalnya dalam setahun cuma bisa masuk 12 pesawat, sebulan 1 pesawat. Itu yang harus dilihat, bukan dilihat pesanan berapa," katanya.
Kementerian Perhubungan, kata Herry, juga selalu menanyakan perencanaan sebuah maskapai jika ingin membeli pesawat. Hal ini, kata dia, untuk menghindari terlalu padatnya bandara dan landasan yang digunakan. "Maskapai dalam merancang penambahan pesawat tidak bisa seenaknya saja. Kita pasti control dari sisi jumlah, rute, dan personel. Mereka harus buat planning yang harus dilaporkan ke Kemenhub," katanya.
Pemerintah telah memberlakukan moratorium izin penerbitan maskapai baru. Hal ini dilakukan karena landasan dan bandara yang tersedia dinilai terlalu padat. Tapi, di sisi lain, maskapai yang sekarang sudah beroperasi masih tetap bebas membeli atau memesan pesawat terbang untuk mengembangkan lini usaha mereka.
ANANDA TERESIA