TEMPO.CO, Jakarta -PT Media Nusantara Citra Tbk (MNC) mengklaim putusan Mahkamah Agung yang memenangkan Siti Hardiyanti Rukmana, tidak mempengaruhi kepemilikan saham MNC TV. Musababnya MNC bukan sebagai pihak yang digugat.
“Karena yang digugat itu PT Berkah Karya Bersama bukan MNC, putusan itu tidak ada konsekuensinya ke MNC," kata Juru Bicara MNC Group Arya Mahendra Sinulingga ketika dihubungi Tempo 10 Oktober 2013.
Arya juga menolak menjelaskan apakah perusahaannya akan mengajukan peninjauan kembali terhadap putusan MA itu. Alasannya, hal tersebut bukan kewenangan MNC. "Tanya saja kepada PT Berkah,” katanya.
Mahkamah Agung mengabulkan gugatan Tutut kepada PT Berkah Karya Bersama dalam kepemilikan saham di Televisi Pendidikan Indonesia, yang kini bernama MNC TV. Kisruh itu bermula pada 2002.
Ketika itu, Tutut sedang rungsing dengan timbunan utang yang menjerat perusahaan-perusahaannya. Krisis moneter 1997 menghancurkan bisnis-bisnisnya sehingga tak mampu membayar utang. Bank Yakin Makmur, juga PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. yang sebelumnya digdaya membangun puluhan jalan tol, rontok dimakan utang. Beberapa perusahaan menjadi pesakitan Badan Penyehatan Perbankan Nasional.
Tutut lalu mengundang Hary Tanoe untuk berkongsi menyelesaikan utang yang jumlahnya mencapai Rp 1,2 triliun. Hary waktu itu sudah menjadi pemegang saham Bimantara Group, per usahaan yang didirikan adik Tutut, Bambang Trihatmodjo. Dipilihnya Hary tak lepas dari kehebatannya membeli dan mengakuisisi banyak perusahaan ketika pengusaha lain terjerat tumpukan utang.
Lewat Bhakti Investama, perusahaan investasi pasar modal, Hary antara lain tercatat pernah membeli Bentoel (US$ 30 juta), membeli utang (US$ 35 juta) Centralindo Panca Sakti-pemilik Met rosel-di Chase Manhattan Bank, saham Astra International (Rp 300 miliar), dan Salim Oleochemical (US$ 131 juta), menyuntikkan dana ke SCTV (US$ 20 juta), serta membeli Indomaret (Rp 162 miliar). Bhakti juga membeli AGIS (agen Sony) dari tangan Tomy Winata senilai US$ 30 juta.
Pendeknya, Hary orang yang tepat diajak kerja sama. Maka, pada 23 Agustus 2002, kedua pihak meneken surat perjanjian pembayaran utang-utang pribadi dan perusahaan Tutut, baik ke perusahaan lain maupun ke pemerintah.
Hary diwajibkan menyediakan US$ 55 juta. Tak semuanya tunai. Sebanyak US$ 25 juta dalam bentuk ekuitas dan sisanya pembiayaan kembali. Jika utang-utang itu sudah terbayar, Hary bakal mendapat 75 persen saham TPI. Sesuai dengan perjanjian, Tutut pun menyerahkan kuasa penuh kepada PT Berkah Karya Bersama untuk mengelola TPI.
Karena adanya konflik diantara keduanya, Tutut membatalkan kuasa kepada PT Berkah pada 16 Maret 2005. Dengan pembatalan ini, Berkah tak lagi punya kuasa mengelola TPI. keputusan itu kemudian berpolemik dikedua kubu hingga buntutnya Tutut menuding Hary Tanoe mengambil 75 persen saham TPI secara sepihak lewat PT Berkah Karya Bersama.
ANANDA PUTRI