TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Riset PT MNC Securities, Edwin Sebayang, memprediksi nilai tukar rupiah akan menguat dalam sepekan mendatang lantaran perlambatan ekonomi Amerika Serikat akibat penghentian sementara layanan pemerintahan AS. Menurut dia, nilai tukar rupiah akan berada di kisaran Rp 11.000-11.600 selama masa tunggu kesepakatan kenaikan plafon utang (debt ceiling) untuk menghindarkan Amerika Serikat dari gagal bayar alias default. (Baca: Anggaran Buntu, Pemerintah AS Akhirnya Shutdown)
"Selama masa tunggu, nilai tukar rupiah di pasar akan menguat," kata Edwin saat dihubungi, Rabu 2 Oktober 2013.
Edwin menuturkan, pasar Amerika Serikat akan kembali menguat saat dicapainya kesepakatan pada 17 Oktober 2013 mendatang. Selain itu, penghentian ini hanya berupa drama politik lantaran secara historis anggaran selalu disetujui sehingga, kata dia, ada potensi pelemahan nilai tukar rupiah pasca-disepakatinya plafon utang. (Baca: Shutdown AS, Menteri Chatib: Saham Malah Membaik)
Meski meyakini mustahil bagi Amerika Serikat tak memenuhi kewajibannya, Edwin mengatakan, dampaknya bagi Indonesia ditentukan kondisi perekonomian makro Indonesia. Menurut dia, nilai defisit transaksi berjalan merupakan faktor dominan penentu stabilitas nilai tukar rupiah. "Situasi makro domestik lebih mempengaruhi dibandingkan faktor eksternal," ujarnya.
Hingga Senin malam, 1 Oktober 2013, waktu setempat, kngres Amerika Serikat gagal mencapai kesepakatan kenaikan plafon utang untuk menghindarkan Amerika Serikat dari gagal bayar. Penghentian ini merupakan yang pertama kalinya dalam 17 tahun terakhir.
LINDA HAIRANI
Topik Terhangat
Edsus Lekra | Senjata Penembak Polisi | Mobil Murah | Info Haji | Kontroversi Ruhut Sitompul
Berita Terpopuler
Ahok: Jangan Coba Ubah Pancasila
Holly Angela Ditemukan dengan Tangan Terikat
Benget, Pembunuh Sadis Istrinya Sendiri, Tewas?
Ada Kesengajaan Insiden Lion Air di Manado?
TNI Tertarik Kecanggihan Kapal Selam Rusia