TEMPO.CO, Jakarta -- Anggota Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia, Nonot Harsono, mengatakan akan ada kocok ulang frekuensi Global System for Mobile Communication (GSM) di spektrum 2.100 Mhz. Spektrum ini diperuntukkan untuk jaringan 3G (third generation technology).
Tata ulang ini menyusul merger PT XL Axiata Tbk dan PT Axis Telecom Indonesia. "Frekuensi mereka akan dikurangi," katanya seperti dikutip dari Majalah Tempo yang terbit Senin, 2 September 2013. Kendati demikian, berapa blok frekuensi dan frekuensi mana yang diambil, Nonot mengakui belum diputuskan. Frekuensi yang diambil ini akan dilelang dan ditawarkan ke tiga operator lainnya yaitu Telkomsel, Indosat, dan PT Hutchinson CP Telecommunication, pmilik operator merek 3.
Jika merger tanpa perubahan, XL akan menguasai lima blok atau 25 Mhz di spektrum 3G. Jumlah ini paling besar ketimbang Telkomsel dan Indosat yang memiliki 15 Mhz (tiga blok) dan 10 Mhz (dua blok). Menurut Nonot jumlah blok itu terlampau besar buat XL. Oleh karena itu penataan ulang frekeunsi agar kompetisi berlangsung sehat. "Harus adil," katanya.
Potensi mendapatkan blok tambahan, menurut juru bicara Axis, Anita Avianty menjadi salah satu alasan XL tergiur mendapatkan Axis. "Mungkin salah satunya," katanya. Apalagi blok yang dikuasai Axis posisinya contiguos atau berdampingan dengan blok XL. Blok frekuensi yang berdampingan menguntungkan operator karena akan memudahkan memberikan pelayanan yang prima berupa koneksi lancar jaya.
Kendati demikian, belum ada kesepakatan di antara kedua operator. "Masih diskusi," katanya. Juru Bicara XL Turina Farouk juga enggan menyebut harga yang disodorkan Axis. Operator yang dikuasai pengusaha Malaysia ini masih mengantongi izin prinsip dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. Munurut Juru Bicara Kominfo, Gatot S. Dewabroto, "Izin prinsip belum jaminan," katanya.
Saudi Telecom Company, pemilik 80,1 persen saham Axis mengumumkan akan menjual sahamnya Juli lalu. XL berminat membeli saham Axis, yang menurut Saudi Francis Capital bernilai US$ 1 miliar. Adapun sisa saham Axis lainnya 14,9 dimiliki Maxis Communication, perusahaan di Malaysia, dan sisanya 5 persen dimiliki pengusaha lokal.
Analis PT Investa Saran Mandiri, Kiswoyo Adi Joe, memprediksi XL bakan tidak terbendung menguasai lima blok. Konsolidasi dua operator bukan hal baru. Sebelumnya pernah terjadi pada operator Code Division Multiple Access (CDMA), yaitu antara PT Mobile 8 Telecom Tbk dan PT Smart Telecom, serta Sampoerna Telecom dan Bakrie Telecom.
Gatot S. Dewabroto menilai konsolidasi berjalan mulus karena mempertahankan nama badan usaha pemilik frekuensi. "Polanya lewat holding, konsolidasidi induk usaha."
Kiswoyo menilai merger XL dan Axis tidak berimbas pada penurunan tarif yang menguntungkan pelanggan. Apalagi 92 persen pendapatan sektor ini dikuasai Telkomsel, Indosat, dan XL. "Tarif tidak akan turun, potensi kartel lebih diwaspadai," ujarnya.
AKBAR TRI KURNIAWAN