TEMPO.CO, Jakarta-Kepala Badan Karantina Kementerian Pertanian Banun Harpini mengakui adanya jeroan impor yang mengandung hormon pertumbuhan. Kasus itu terjadi pada dua tahun lalu. "Hanya ditemukan satu kasus saja," katanya kepada Tempo.
Meski ditemukan hormon pertumbuhan dalam jeroan, Banun mengaku tak ada daging impor yang mengandung hormon tersebut. "Tidak ada daging yang mengandung hormon," katanya.
Dia melanjutkan, agar tak terulang lagi, pemerintah sudah melarang impor jeroan. Dia juga meminta kepada masyarakat agar tak khawatir maraknya perdagangan daging berbahaya.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pekan lalu meminta masyarakat mewaspadai daging sapi impor Bulog. Pasalnya, daging tersebut belum dipastikan bebas hormon pertumbuhan yang berbahaya bagi kesehatan. Anggota Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyarankan masyarakat untuk tidak membeli daging tersebut sampai ada jaminan daging impor tersebut tak berbahaya.
Menurut Banun, sebelum beredar di pasar, pihaknya selalu memantau daging impor yang masuk ke Indonesia. "Untuk pengecekan memang belum ada aturannya, namun pemantauan tetap kami lakukan," kata Banun.
Proses monitoring tersebut, dilakukan langsung oleh tim dari Badan Karantina diawali dengan mengambil sampel kiriman daging impor. "Pengambilan sampel ini kami lakukan langsung di pelabuhan," kata Banun.
Sampel itu dibawa ke laboratorium untuk diproses. "Dari sini baru diketahui apakah ada temuan kelebihan hormon," kata Banun.
NINIS CHAIRUNNISA | ISMI DAMAYANTI
Berita Terpopuler
Menyelesaikan Sengketa Pajak Tanpa Suap
Suami Mendiang Tri Munarti Tolak Santunan FPI
Rachel Dougall Ungkap Kesadisan Penjara Bali
DPR: Tak Beri Suap, Pengacara Tak Laku
Hasil Geledah Kantor Hotma Sitompul, Ini Kata KPK