TEMPO.CO, Semarang-Rencana pemerintah menaikkan bahan bakar minyak, diperkirakan bedampak kuat terhadap rendahnya lapangan kerja di Jawa Tengah. Dasarnya, analisis Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V Semarang, yang memperkrakan terjadi penurununan Indek Ekspektasi Konsumen (IEK) terhadap kondisi perekonomian, pada enam bulan mendatang.
“Itu terkait dengan turunnya indeks ketersediaan lapangan kerja pada enam bulan mendatang,” kata Direktur Eksekutif, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V, Sutikno, Minggu (17/6).
Penurunan indeks itu, disebabkan faktor ekspektasi konsumen terhadap ketersediaan lapangan kerja terutama yang ditawarkan sektor swasta. “Ada kecenderungan langkah efisiensi, yang ditempuh para pelaku usaha, akibat dari meningkatnya biaya produksi,” Sutikno menambahkan.
Turunnya indeks ketersediaan lapangan kerja, diprediksikan berdampak terhadap penghasilan masyarakat yang turun sekitar 139,40, pada enam bulan mendatang. Sedangkan pada tiga bulan mendatang, juga diikuti kenaikan harga secara meningkat, seiring meningkatnya permintaan masyarakat akibat berlangsungnya perayaan Lebaran.
Peningkatan harga, diperkirakan terjadi di semua kelompok komoditi, terutama kelompok sandang, transportasi dan komunikasi, serta makanan dan minuman. BI menemukan bukti adanya rencana kenaikan harga BBM dan pencapaian realisasi akumulasi inflasi, periode Januari sampai dengan April 2013, naik sebesar 2,50 persen, atau lebih tinggi dari pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya 0,98 persen.
Kondisi itu, dinilai akan mempengaruhi ekspektasi konsumen terhadap perkembangan harga ke depan. Meski begitu, dia memperkirakan inflasi ke depan masih tetap terjaga dengan penghasilan yang masih relatif tinggi. “Sehingga daya beli konsumen Jawa Tengah masih tetap kuat,” katanya.
Namun, Koordinator Tim Advoaksi, Asosiasi Pengusaha Indonesia Jawa Tengah, Agung Wahono, justru menyatakan kenaikan harga bahan bakar minyak tidak akan berdampak pada biaya produksi perusahaan, yang selama ini sudah menggunakan BBM non subsidi.
Dia justru menilai, kenaikan BMM berdampak langsung pada buruh. “Buruh paling kena dampaknya. Mereka akan menghadapi kenaikan beragam kebutuhan pokok,” kata Agung.
Keadaan itu, memaksa asosiasi pengusaha harus menaikan upah lebih tinggi dari kenaikan rata-rata sebelum harga kebutuhan pokok melambung. “Saat ini masih terus dilakukan survei harga di pasar, untuk menentukan kenaikan upah mendatang,” kata Agung. Dia tak memungkiri, akan ada tarik ulur alot soal penentuan upah minimum regional, setelah kenaikan harga BMM subsidi ditetapkan . EDI FAISOL