TEMPO.CO, Surakarta - Kebijakan pemerintah melarang ekspor bahan baku rotan ternyata tidak membuat produsen produk rotan gampang mendapatkan bahan baku rotan. Ketua Asosiasi Mebel Kayu dan Rotan Indonesia (AMKRI) Hardono menyatakan, sampai saat ini produsen mebel rotan tetap kesulitan mendapatkan bahan baku. "Padahal Indonesia penghasil terbesar bahan baku rotan di dunia. Tapi kenapa bahan baku tetap langka pasca pelarangan ekspor bahan baku?" kata dia di Surakarta, Kamis, 13 Juni 2013.
Hardono mengatakan, 80 persen bahan baku rotan yang beredar di dunia berasal dari Indonesia. Sehingga, ketika ada larangan ekspor bahan baku rotan, seharusnya pengusaha produk rotan tidak perlu bingung lagi mencari bahan baku. "Saat masih boleh ekspor bahan baku rotan, wajar kalau kami kesulitan. Tapi sekarang harusnya tidak lagi," ucapnya.
Dia mengatakan kebijakan Kementerian Perdagangan melarang ekspor bahan baku rotan sudah bagus. Namun harus ditindak lanjuti dengan memastikan ketersediaan bahan baku untuk industri kerajinan dan mebel rotan di dalam negeri. Misalnya dengan mendirikan terminal rotan.
Menurut Hardono, dengan menguasai 80 persen ekspor bahan baku rotan dunia, harusnya Indonesia juga menguasai 80 persen produk barang jadi dari rotan ketika ekspor bahan baku ditutup. "Tapi faktanya sekarang baru bisa 20 persen. Padahal pangsa pasar produk rotan di Indonesia 33 persen," katanya.
Hardono meminta eksportir bahan baku rotan dan produsen produk rotan bekerja sama untuk menghasilkan produk jadi. Sehingga dapat meningkatkan nilai tambah rotan. "Saya berharap penghasil bahan baku rotan di Sulawesi dan Kalimantan bersatu dengan produsen produk rotan yang kebanyakan di Jawa. Harus ada simbiosis mutualisme dan alih teknologi, tidak hanya murni perdagangan," ujarnya.
Selain kelangkaan bahan baku, kendala lain industri produk rotan adalah minimnya tenaga kerja. Saat industri produk rotan terpuruk, banyak yang alih profesi menjadi pengusaha restoran atau berjualan bakso.
Ketua Koperasi Serba Usaha Trangsan Manunggal, Suparji, mengatakan industri rotan di Trangsan, Sukoharjo mulai menggeliat. Kini dari 20 eksportir bisa mengirim 100 kontainer per bulan dengan nilai Rp 90 juta. "Tapi masih banyak pasar yang belum tergarap. Kami kekurangan tenaga kerja," katanya. Selain itu, karena tidak ada terminal rotan di Sukoharjo, maka 193 perajin yang ada harus mencari bahan baku rotan ke Cirebon atau Surabaya. Kini harga bahan baku rotan Rp 15 ribu per kilogram. Kebutuhan bahan baku rotan di angka 510 ton per bulan.
UKKY PRIMARTANTYO