TEMPO.CO, Jakarta-- Bank Indonesia diperkirakan menggelontorkan dolar Amerika Serikat ke pasar sekitar US$ 100-125 juta per hari. "Dolar itu untuk menahan kejatuhan rupiah akibat penguatan dolar selama beberapa pekan terakhir," ujar sumber Tempo.
Nilai tukar rupiah di pasar maya (non-deliverable forward/NDF) melemah 1,4 persen ke level 10.260 per dolar AS. Penurunan ini terparah sejak 2009. Sedangkan pada Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (JISDOR), rupiah ditutup pada level 9.810 setelah sebelumnya sempat menyentuh 9.960 per dolar AS.
Menurut sumber itu, jika tak ada intervensi dari bank sentral, rupiah diperkirakan sudah tembus di atas 10 ribu per dolar AS sejak dua pekan lalu. Dia juga mengungkapkan, penggelontoran dolar untuk menahan pelemahan rupiah menyebabkan cadangan devisa Bank Indonesia terkuras. "Bulan lalu cadangan devisa berkurang US$ 2 miliar menjadi US$ 105 miliar."
Juru bicara Bank Indonesia, Difi A. Johansyah, menolak memaparkan besaran cadangan devisa yang digunakan bank sentral untuk menstabilkan rupiah. Menurut dia, tekanan terhadap rupiah berasal dari global dan domestik. "Dari global, ada respons pasar terhadap kabar penghentian quantitative easing (kebijakan moneter untuk menstimulasi ekonomi) oleh Bank Sentral Amerika dan penguatan nilai tukar dolar," ujarnya kemarin.
Adapun dari sisi domestik, kata Difi, karena adanya permintaan dolar yang meningkat. "Untuk bayar impor dan bayar utang luar negeri." (Baca juga: Dolar Kuat, Kekayaan Keluarga Amerika Tembus Rekor)
Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri menyatakan pelemahan nilai tukar rupiah hanya bersifat sementara.
Adapun Direktur Currency Management, Farial Anwar, menyatakan nilai tukar rupiah akan terus melemah selama Indonesia menganut rezim devisa bebas. "Sampai kapan pun akan mengalami fluktuasi seperti ini," ujarnya kepada Tempo kemarin. Untuk itu, dia menyarankan agar pemerintah segera merevisi aturan mengenai lalu lintas devisa.
Menurut Farial, dampak dari kebijakan devisa ini, investor asing bisa masuk pasar modal seenaknya. "Jika asing keluar sewaktu-waktu, pasar bisa gonjang-ganjing."
Berbeda dengan Indonesia, Thailand dan Malaysia menerapkan kebijakan pengendalian pergerakan investor asing dengan menerapkan holding period (aturan batas waktu).
ALI NUR YASIN | MARTHA THERTINA | ANGGA SUKMA WIJAYA | MEGEL JEKSON
Berita Terkait:
Rupiah Bermain di Level 9.800
Chatib: Pelemahan Rupiah Hanya Sementara
Tol Bali Jadi Jembatan Tol Terpanjang di Indonesia
Emas Antam Melorot Rp 9.000 per Gram