TEMPO.CO, Jakarta - Staf Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asep Setiaharja, mengatakan pangsa pasar produk tekstil lokal di pasar domestik masih rendah, sekitar 50 persen. Padahal, kualitas produk lokal masih jauh lebih baik.
Rendahnya pangsa pasar domestik disebabkan oleh penawaran harga produk impor lebih murah dibanding produk lokal. Padahal, pada awal tahun ini, pasar tekstil dalam negeri diperkirakan tumbuh 5 persen dari pasar tahun lalu, US$ 22,7 miliar atau sekitar Rp 221 triliun. "Masyarakat masih sensitif masalah harga. Harga lebih murah sedikit, mereka beli tanpa melihat kualitas," kata Asep di Jakarta, Kamis 16 Mei 2013.
Menurut Asep, sebenarnya produk yang diimpor bukan produk berkualitas tinggi di negeri asalnya. Misalnya, impor produk Cina yang bukan merupakan kualitas terbaik yang diimpor. "Mungkin produk-produk grade C. Tapi, justru itulah yang diminati oleh masyarakat."
Asep berpendapat, untuk meningkatkan pangsa pasar produk lokal, daya beli masyarakat harus ditingkatkan. Jika daya beli meningkat, masyarakat akan membeli produk yang lebih baik. Selanjutnya, pemerintah harus meningkatkan rasa cinta produk dalam negeri.
"Itu yang kita lupa saat ini. Dulu ada kampanye cinta produk Indonesia, sekarang sudah tidak ada sehingga masyarakat lupa," kata Asep.
Meskipun begitu, produk lokal masih diminati di luar negeri. Menurut Asep, ekspor tekstil dan pakaian jadi Indonesia menempati peringkat empat dunia.
Asep meminta agar pemerintah berpartisipasi aktif dalam beberapa kerja sama internasional. Hal itu dinilai mampu meningkatkan daya jual industri tekstil di luar negeri. Selain itu, industri tekstil dapat diuntungkan dalam perolehan bahan baku dan mesin-mesin yang lebih murah.
ARIEF HARI WIBOWO