TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Industri Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian, Ramon Bangun, mengatakan sektor tekstil nasional terancam kalah bersaing dengan negara-negara Asean dalam penyelenggaraan Asean Economic Community pada 2015 mendatang. Tekanan internal serta industri tekstil negara Asean yang lebih siap menjadi penghambat perkembangan industri tekstil Indonesia dalam AEC.
Faktor pertama, negara-negara Asean seperti Vietnam, Myanmar, Kamboja, dan Laos telah memiliki perjanjian dagang dengan bea khusus untuk memasarkan produk mereka ke Eropa dan Amerika Serikat. "Sedangkan Indonesia tidak memiliki perjanjian ke mana-mana. Dari sisi ini saja sudah menyulitkan kita," katanya di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa, 14 Mei 2013. Ramon berharap Indonesia segera meraih kesepakatan dengan Uni Eropa dalam Comprehensive Economic Partnership Agreement (Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif).
Ramon menilai perjanjian ini akan meningkatkan pasar tekstil Indonesia. Sehingga secara kapasitas bisa bersaing dengan Vietnam, Myanmar, atau Laos dalam AEC. "Kesepakatan CEPA makin cepat makin bagus karena kita akan bisa cepat masuk pasar mereka," katanya.
Kementerian Perindustrian juga menilai, Indonesia tidak bisa meluncurkan produk tekstil yang sama dengan negara-negara Asean lain. Karena diyakini akan kalah bersaing. Menurut dia, Indonesia harus mengandalkan produk lain yang berbeda dengan produk tekstil negara-negara Asean tersebut. "Kalau kita tetap sama barangnya, tidak akan bisa melawan. Jadi sekarang ini yang diminta dari Indonesia adalah produk tekstil yang tahan kusut," katanya.
Pelaku tekstil tanah air, kata Ramon, juga harus mulai bermain pada sektor menengah dan atas. Menurut dia, pemain tekstil di kelas menengah bawah akan mudah kalah dengan pemain asing. "Jadi kita memang harus pindah, tidak mungkin lagi bermain di sektor bawah. Kalau tidak pindah akan sulit bersaing dengan Vietnam misalnya," katanya.
Untuk memperkuat industri dalam negeri, Ramon menilai program restrukturisasi yang tengah dijalankan sekarang dapat membantu Indonesia meningkatkan daya saing dengan negara Asean lain. Industri juga disarankan menggunakan mesin-mesin asal Eropa seperti dari Jerman atau Swiss yang memiliki kapasitas tinggi. "Jangan hanya terpaku dengan mesin Cina karena Cina pun menggunakan mesin dari Eropa," katanya.
ANANDA TERESIA