TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Ismayatun, menyatakan belum mengetahui rencana pemerintah untuk memasang 'radio frequency identification" (RFID) pada kendaraan dinas maupun kendaraan pribadi. "Kami di DPR belum tahu rencana itu, makanya saya belum bisa katakan dari mana pendanaannya," ucapnya saat dihubungi Tempo, Minggu, 7 April 2013.
Ia menjelaskan, yang diketahui Komisi Energi sejauh ini adalah kuota bahan bakar minyak (BBM). Meski demikian, Ismayatung mengatakan RFID bukan lah hal baru. Pemerintah sebelumnya pernah melaksanakan uji coba pemasangan RFID untuk angkutan umum di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur.
"Untuk pembatasan per 30 liter bensin," kata Ismayatun. Ia pun tidak mengetahui kelanjutan program tersebut. Mengenai sumber pendanaan RFID, ia menuturkan, kemungkinan diajukan ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013.
Pertamina meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menerbitkan payung hukum untuk mengatur pemasangan radio frequency identification (RFID) di kendaraan pribadi. Namun Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi Umi Asngadah mengatakan pengaturan ini adalah kewenangan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
"IT (teknologi informasi) kan tujuannya untuk pengaturan, mana yang berhak, mana yang tidak berhak. Harusnya BPH Migas, dalam melaksanakan Peraturan Menteri ESDM No 1 tahun 2013 yang mengatur juklaknya," kata Umi, ketika ditemui wartawan di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat, 5 April 2013.
Umi mengatakan Kementerian Energi telah menerbitkan dasar hukum untuk pembatasan penggunaan BBM bersubsidi. Umi menyebutkan aturan yang sudah ada di antaranya Peraturan Menteri ESDM No 1 tahun 2013 tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak.
Direktur Bahan Bakar Minyak BPH Migas Djoko Siswanto mengatakan BPH Migas telah mendapat tembusan surat Pertamina kepada Menteri ESDM terkait permohonan pengaturan pemasangan RFID. Djoko mengatakan mungkin saja jika BPH Migas yang membuat aturan pemasangan RFID. "Kami menunggu Pertamina mengirim surat ke BPH Migas. Namun BPH sedang menyiapkan semua aspek legal yang dibutuhkan oleh Pertamina," kata Djoko.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya mengatakan pihaknya tak masalah jika aturan diterbitkan oleh kementerian maupun BPH Migas. Yang penting, menurut Hanung, Pertamina memiliki dasar hukum untuk memasang alat dalam rangka monitoring dan pengendalian BBM bersubsidi.
MARIA YUNIAR I BERNADETTE CHRISTINA
Topik Terhangat Tempo:
Penguasa Demokrat || Agus Martowardojo || Serangan Penjara Sleman || Harta Djoko Susilo || Nasib Anas
Berita lainnya:
Investigasi TNI AD Dinilai Penuh Rekayasa
Profil Grup 2 Kopassus, Penyerang LP Cebongan
SBY Bilang Pelaku Penyerangan LP Cebongan Kesatria
Wiranto: Pengungkapan Kasus Cebongan Cukup 1 Hari