TEMPO.CO, Surabaya - Aktivitas transportasi di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya nyaris lumpuh. Hampir tidak terlihat keramaian di pelabuhan tersebut seperti biasanya. Puluhan truk terparkir begitu saja di tepi jalan.
Di terminal roro, hanya ada aktivitas bongkar muat. Namun, truk yang sudah mengangkut barang hanya berdiam di halaman pelabuhan. Sedangkan para sopir berkumpul dan tidak melakukan kegiatan apa pun.
Kondisi ini menyusul aksi mogok massal armada angkutan pelabuhan sejak pagi tadi. Sebanyak tujuh ribu unit truk dan trailer mogok massal di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Rabu, 20 Maret 2013. Mereka menolak pemberlakuan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral nomor 1 Tahun 2013 tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak.
Ketua Masyarakat Maritim Lukman Ladjoni mengatakan jika aksi ini tidak direspon pemerintah, mereka akan mengancam akan mogok nasional pada 1 April 2013 nanti. Aksi ini dilakukan untuk menanggapi sikap pemerintah yang selalu mengambang.
Lukman memandang di akhir pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, banyak hal yang serba dipolitisir. Pemerintah dianggap tidak pernah memberi kepastian di dunia usaha, terutama terkait dengan BBM sebagai lokomotif ekonomi yang harusnya tidak bisa dipermainkan. "Sikap (pemerintah) harusnya menaikkan atau tidak. Jangan ada pembatasan," ujarnya.
Menurut Lukman, lebih baik menaikkan harga BBM daripada memberlakukan pembatasan. Dalam peraturan menteri tersebut, angkutan kehutanan, pertambangan, dan pertanian harus menggunakan BBM non-subsidi. Faktanya, aturan ini tidak didukung dengan fasilitas. "Di SPBU-SPBU yang ada hanya bahan bakar subsidi. Kalau mau, naikkan dengan lebih cantik daripada membatasi," katanya.
Ketua Indonesian Ship Owner Association, Stenven H Lesawengen, merespon positif aksi mogok angkutan transportasi pelabuhan. Senada dengan Lukman, ia lebih menginginkan kenaikan harga BBM diberlakukan untuk semua angkutan, bukan dibedakan antara truk dan transportasi massal maupun pribadi. "Sekarang kenapa kok truk mau dinaikkan. Dia kan juga angkutan massal, tidak ada bedanya dengan kapal penumpang," katanya.
Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2013 langsung dirasakan para pelaku usaha melalui tingginya beban biaya pelayaran. Stenven mencontohkan, jika satu tahun ada satu juta kontainer tinggal dikalikan dengan kenaikan harga BBM, maka beban yang harus ditanggung pelaku usaha bisa mencapai puluhan milyar rupiah. Buntutnya, beban tersebut ditagih ke pembeli yang kemudian berdampak pada kenaikan harga barang.
AGITA SUKMA LISTYANTI
Berita terpopuler
Ini Orang-orang Kepercayaan Djoko Susilo
Kisah Jenderal Djoko dan Kebun Binatang
Data Kartu Kredit Ini Dicuri untuk Belanja di AS
Ada Mayat Terikat dengan Mulut Dilakban di Bandara
Soal Malvinas, Argentina Minta Intervensi Paus
Cabut Bulu 'Brazilian Wax' Berisiko Infeksi Virus
Mobil Bertenaga Kopi Pecahkan Rekor Dunia