TEMPO.CO, Jakarta - Krisis sumber daya manusia ternyata menimpa industri penerbangan nasional. Kementerian Perhubungan hanya bisa mencetak 400 penerbang dalam setahun atau separuh dari total kebutuhan. "Ini harus segera dicari solusinya karena akan mengganggu pelayanan," kata Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Perhubungan, Bobby R. Mamahit, seusai menandatangani nota kesepahaman dengan Federasi Pilot Indonesia, Jumat, 15 Februari 2013.
Di samping masalah kuantitas, Bobby mengatakan Indonesia masih menghadapi kendala dalam meningkatkan kualitas pilot. Dia sering menerima laporan pilot yang tidak disiplin. "Ada yang masih mengoperasikan ponsel sesaat sebelum mendarat," ujarnya.
Selain itu, banyak sekolah pilot yang menerapkan kurikukum di bawah standar. Menurut Bobby, ada sekolah pilot yang tidak pernah melaksanakan praktek terbang. "Mereka ground schooling terus. Ini akan kami awasi," katanya.
Presiden Federasi Pilot Indonesia, Hasfriansyah, mengatakan akan bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan untuk meningkatkan kualitas pilot dan sekolah pilot. Kerja sama tersebut meliputi pengembangan kurikulum, silabus pendidikan, serta peningkatan efektivitas pendidikan penerbang. Saat ini Indonesia memiliki 7.800 penerbang yang bekerja di berbagai maskapai.
Isu kekurangan pilot mencuat setelah Kementerian Perhubungan menerapkan sanksi larangan terbang (grounded) atas 30 penerbang di satu maskapai pada pekan kedua Februari 2013. Sanksi itu diberlakukan lantaran para pilot tersebut kelebihan jam terbang. Padahal ini cukup penting untuk diperhatikan, lantaran terkait dengan keselamatan penerbangan.
MARIA YUNIAR
Terpopuler:
Jasa Marga: Tol Cipularang Longsor Karena Singkong
Ini Penyebab Kelangkaan Daging Sapi di Jakarta
Warren Buffet Akuisisi Pabrik Kecap
Direktur Operasional Merpati Tinggalkan Pesan
Pengganti Direktur Merpati Sudah Ditunjuk
Resesi Eropa Diperkirakan Makin Dalam di 2012
Sengketa Apple-Samsung Dinilai Mereda
Tifatul: Tak Kreatif ? Bisa Jadi Kuli di Negeri Sendiri