TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jendral Asosiasi Mebel Kayu dan Rotan Indonesia (AMKRI) Abdul Sobur menyatakan, pemerintah diharapkan dapat membantu memindahkan pusat pengolahan rotan menjadi barang kerajinan dan furnitur secara bertahap ke luar Pulau Jawa. "Karena bahan bakunya ada di sana, produksi akan lebih efisien," ujarnya, Selasa 12 Februari 2013.
Dia menjelaskan selama ini para perajin rotan yang berpusat di Pulau Jawa seperti di kawasan Jabodetabek, Cirebon, Solo, dan Surabaya. Akibatnya, bahan baku berupa rotan mentah harus dikirim dulu ke daerah-daerah itu sebelum diproses menjadi barang jadi.
Pengusaha, lanjutnya, harus menanggung biaya yang lebih tinggi untuk mengubah rotan menjadi produk kerajinan yang memiliki nilai tambah karena harus menanggung biaya logistik untuk mengangkut bahan baku. "Jadinya harga produk menjadi lebih mahal," ujarnya.
Pengembangan industri rotan di daerah penghasil seperti Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera, menurutnya tak hanya akan menekan biaya produksi tapi juga turut meningkatkan kesejahteraan warga sekitar agar tak sekedar menjadi petani.
Abdul mengatakan, sejak pemerintah melarang ekspor rotan mentah, pertumbuhan ekspor kerajinan dan furniture rotan sangat pesat. Pemberlakuan peraturan tata niaga rotan telah membuka kembali peluang industri rotan domestik untuk mengekspor produk rotan ke pasar Eropa dan dapat merambah pasar baru di Cina.
"Kami melihat jika ekonomi global dapat terus membaik, maka industri rotan akan dapat tumbuh semakin baik," katanya.
Data Laporan Surveyor (LS) memperlihatkan nilai ekspor rotan pada tahun lalu terutama disumbangkan produk furnitur senilai lebih dari US$118,532 juta. Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menyebut, angka tersebut 26,8 persen lebih tinggi dibanding tahun 2011 yang pertumbuhannya -3,5 persen.
PINGIT ARIA
Baca juga:
Hilang Jejaklah si Harrier Hitam Itu
Ini Daftar Pemegang 'Sprindik' Anas di KPK
Anas Bakal Tersandung Mobil Harrier?
Ini Jejak Anas di Hambalang