TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia menilai pemerintah terlalu terburu-buru meneken Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengaman Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Ketua Asosiasi Petani, Nurtanio Wisnu Brata beralasan, sampai saat ini peraturan tersebut masih diperdebatkan.
"Dampak pengesahan tersebut akan berimbas kepada puluhan juta petani, buruh dan industri hasil tembakau," kata Wisnu ketika dihubungi Tempo, Rabu, 2 Januari 2013.
Wisnu berharap pemerintah bersikap bijaksana untuk mengkaji ulang aturan tersebut. Regulasi tembakau tidak cukup dengan peraturan pemerintah, tetapi memerlukan aturan yang lebih tinggi, yakni undang-undang.
Dalam penyusunan undang undang itulah, kata Wisnu, perlu melibatkan semua pihak baik yang pro maupun anti tembakau agar aturan yang dihasilkan dapat diterima semua pihak. Mneurut dia, mekanisme ini akan lebih komprehensif dan selaras dengan kondisi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat Indonesia.
Wisnu mencontohkan proses pembuatan regulasi tembakau di India. Semua pihak, baik yang pro maupun antipati, dilibatkan dalam pembahasan poin-poin yang perlu diatur sehingga regulasi yang dihasilkan tidak menimbulkan konflik. "Pemerintah seharusnya bisa mengambil pengalaman India agar tidak lagi terjadi polemik yang tidak berkesudahan," ujarnya.
Wisnu juga mengkritik sikap tidak percaya diri pemerintah ketika membuat sebuah regulasi. Menurut dia, intervensi asing yang turut mendorong regulasi tembakau jangan sampai menjadi dasar bagi pemerintah untuk mencederai rakyatnya sendiri. "Pemerintah harus mempunyai rasa percaya diri untuk membuat regulasi yang melindungi rakyatnya," katanya. "Petani dan buruh menjadi bagian rakyat Indonesia."
Menkes Nafsiah Mboi memastikan Presiden SBY akan menandatangani RPP Pengendalian Dampak Tembakau dalam waktu dekat.
SUNDARI