TEMPO.CO, Bangkok - Gubernur Bank Sentral Thailand (BOT), Prasarn Trairatvorakul, memperkirakan kenaikan upah minimum menjadi hambatan utama bagi kinerja industri Thailand. Sebab, kenaikan upah tahun depan diperkirakan akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi sebesar 22 persen. Pada beberapa kasus, kenaikan upah bisa menyebabkan kenaikan biaya hingga 40 persen. Akibatnya, sektor usaha kecil dan menengah di Thailand bisa gulung tikar.
“Kami melihat beberapa industri yang tidak mampu melakukan kenaikan upah tahun depan bisa menutup usahanya,” ujar Prasarn kepada The Nation, seperti dikutip Asia News Network, Ahad, 16 Desember 2012.
Baca Juga:
Bank Sentral Thailand memperkirakan ekonomi Thailand bisa tumbuh 5,8 persen tahun ini dan pada 2013 diperkirakan bisa tumbuh sebesar 4,7 persen. Penopang pertumbuhan adalah pulihnya permintaan domestik dan ekspor. Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Thailand diperkirakan 5,7 persen tahun ini dan 4,6 persen di 2013.
Dia menilai Thailand terancam mengalami pemindahan modal setelah pemerintah Amerika Serikat melalui Bank Sentral (The Federal Reserve) mengumumkan menambah suntikan stimulus bagi sistem keuangan mereka. “Ancaman eksternal lain pada 2013 adalah masalah krisis utang Eropa dan jurang fiskal Amerika,” ucapnya.
Ketua Federasi Industri Thailand, Payungsak Chartsutipol, mengatakan, tahun depan prospek pertumbuhan ekonomi negara itu lebih cerah karena sektor industri sudah pulih selepas dihantam musibah banjir tahun lalu. Selain itu, tumbuhnya permintaan di pasar ASEAN juga bisa berdampak positif terhadap investasi di masa mendatang. “Ekonomi Thailand bisa tumbuh di atas 5 persen,” ujarnya.
Menurut dia, investor asal Jepang akan menambah investasinya di Thailand, seiring dengan keinginan sektor usaha kecil dan menengah Negeri Sakura untuk berinvestasi di luar Jepang. Seiring naiknya upah, sektor industri akan menghadapi pasokan buruh yang minim dan naiknya biaya produksi tahun depan. “Industri Thailand juga akan menghadapi dampak dari kenaikan harga minyak dan bahan baku,” ujarnya.
Dengan faktor-faktor tersebut, kata dia, diperlukan restrukturisasi industri, yakni memindahkan industri padat karya ke negara tetangga. Selain pembangunan industri lintas negara, pengembangan investasi dan persiapan menuju masyarakat ekonomi ASEAN juga perlu dikembangkan.
ABDUL MALIK