TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Franky Sibarani mengatakan industri makanan minuman sangat terpukul dengan kenaikan upah minimum provinsi serta upah minimum kota di beberapa daerah. Beberapa strategi harus dilakukan industri mamin agar bisa terus bertahan.
"Besaran kenaikan cukup besar. Apalagi di tahun 2013 biaya energi akan naik. TDL akan naik 15 persen, gas naik 15 persen. Bahan baku seperti gandum, kedelai, jagung juga akan naik. Ini sungguh memberatkan," kata Franky kepada Tempo, Kamis, 22 November 2013. Beberapa industri harus mengerem produksi, melakukan pengurangan tenaga kerja serta melakukan impor untuk menyiasati kenaikan tersebut.
Menurut Franky, industri makanan dan minuman berskala menengah dan besar memilih melakukan pengurangan produksi. Hal ini dilakukan sebagai strategi agar tidak merugi demi mengimbangi kenaikan biaya operasional karena kenaikan UMP. "Selain itu, beberapa perusahaan melakukan impor untuk mengantisipasi hal ini," katanya.
Pemutusan hubungan kerja karyawan juga menjadi pilihan beberapa pengusaha makanan dan minuman demi memangkas biaya produksi yang membengkak karena kenaikan UMP. "Dahulu waktu UMP masih 1,5 juta misalnya dibutuhkan 10 orang. Sekarang setelah naik jadi Rp 2,2 juta (di Jakarta), mungkin jadi hanya 7 atau 6 orang," katanya.
Adapun industri makanan dan minuman berskala kecil dipastikan akan sulit bertahan menghadapi kenaikan upah tersebut. Ia memberi contoh banyaknya produsen tahu yang hanya menggaji pegawai dengan harga Rp 750 ribu. Jika dipaksakan memenuhi UMP, Franky yakin banyak industri kecil dan menengah di bidang mamin yang akan gulung tikar.
ANANDA W. TERESIA