TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Agus Martowardojo khawatir target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada tahun ini tidak dapat terealisasi. Sebab, sektor penerimaan negara yang satu ini sangat tergantung pada harga komoditas, yang pada tahun ini banyak mengalami penurunan.
"PNBP tahun ini di bawah yang kita harapkan, sebab ada koreksi harga dan permintaan dari luar," ujar Agus ketika dijumpai di The Ritz Carlton Mega Kuningan, Selasa, 20 November 2012.
Penerimaan sektor ini biasanya berasal dari migas atau sumber daya lain, seperti pertambangan. Masalahnya, akibat krisis global yang terjadi saat ini, harga rata-rata komoditas tersebut terus menurun.
Dengan turunnya pendapatan tersebut, pemerintah mengantisipasi dengan menutupi penerimaan dari sektor lainnya, seperti mengoptimalkan pajak pertambahan nilai. Sehingga, target penerimaan negara tetap terpenuhi untuk membiayai belanja negara.
Wakil Menteri Keuangan Anny Ratmawati memaparkan pemerintah menargetkan penerimaan sebesar Rp 341 triliun untuk PNBP tahun ini. "Realisasinya baru 67,9 persen atau sebanyak Rp 231,5 triliun," katanya.
Untuk penerimaan pajak, sudah mencapai 77,6 persen dari target APBNP 2012 yang sebesar Rp 885 triliun. Pemerintah telah berhasil memungut pajak hingga awal November ini sebanyak Rp 793 triliun.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk Destry Damayanti memperkirakan realisasi penerimaan negara tahun ini akan meleset dari target, baik dari sisi penerimaan pajak maupun bukan pajak.
Melesetnya target tersebut lebih disebabkan oleh faktor eksternal, seperti penurunan harga komoditas. "Sedangkan untuk pajak, lebih disebabkan ekspor yang turun akibat kondisi global," kata dia.
Untuk menutupi kekurangan pendapatan, pemerintah disarankan menggenjot penerimaan dengan penerbitan obligasi hingga maksimal atau 100 persen. Saat ini, realisasi penerbitan obligasi baru mencapai 98,93 persen dari kebutuhan. Sedangkan target penerbitan surat berharga negara sampai akhir tahun adalah sebanyak Rp 159,6 triliun.
Selain itu, ia juga menyarankan pemerintah mengoptimalkan penarikan pajak pertambahan nilai. Sebab, besarnya tingkat kontribusi sektor konsumsi terhadap produk domestik bruto menjadi catatan bagi pemerintah sebagai alternatif peningkatan pos penerimaan pajak.
GUSTIDHA BUDIARTIE