TEMPO.CO, Jember - Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Jember, Rudy Wibowo, mengatakan Provinsi Jawa Timur sangat kaya akan potensi budi daya tanaman kopi dan didukung kondisi geografisnya. Namun, produktivitasnya masih rendah.
"Selama beberapa tahun terakhir produktivitasnya rata-rata hanya 500 kilogram per hektare," ujarnya kepada Tempo, Jumat, 9 November 2012.
Ketua Majelis Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian (Perhepi) itu menjelaskan bahwa Jawa Timur memiliki enam kawasan yang dikenal sebagai penghasil kopi sejak masa kolonial Belanda.
Keenam kawasan itu adalah Ijen-Raung-Argopuro (Kabupaten Jember, Bondowoso, Banyuwangi, Situbondo), Bromo-Tengger-Semeru (Kabupaten Lumajang, Malang, Probolinggo), Kelud (Kabupaten Kediri, Blitar, dan Malang), Wilis (Kabupaten Madiun, Kediri, Trenggalek), Lawu (Kabupaten Magetan, Ngawi) serta Kawasan Pantura (Kabupaten Situbondo dan Probolinggo).
Menurut Rudy, selain enam kawasan tersebut, kepulauan Madura juga perlu dikembangkan atau ditata lagi (revitalisasi), agar budi daya kopi semakin meningkat.
Rudy menjelaskan bahwa berdasarkan data tahun 2011, luas areal perkebunan kopi di Jawa Timur mencapai 99 ribu hektare. Di antaranya dikelola oleh 22 badan usaha milik negara (BUMN), yakni PT. Perkebunan Nusantara, 54 badan usaha milik daerah (BUMD) dan pihak swasta. Sedangkan sekitar 50 ribu hektare dikelola sekitar 100 ribu keluarga petani. "Selain untuk konsumsi dalam negeri, juga diekspor ke 40 negara, seperti Amerika, Timur tengah, dan Eropa," ujarnya.
Rudy mengusulkan revitalisasi menyeluruh terhadap seluruh kebun kopi yang ada, baik dari sisi penanaman dan pemeliharaan hingga panen (on farm), maupun pascapanen (off farm). Upaya revitalisasi bisa dimulai dari perbaikan cara dan teknologi budi daya tanaman kopi hingga pengembangan industri pengolahan kopi.
Sebelumnya, saat penutupan acara Simposium Nasional "Ekonomi Kopi" di Universitas Jember, Kamis malam, 8 November 2012, Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi, menekankan pentingnya pemahaman petani kopi tentang teknologi pengolahan dan dinamika pasar kopi nasional maupun internasional.
Menurut Bayu, saat ini lebih dari 50 persen pasar kopi di Indonesia dikuasai oleh pabrik pengolah kopi jadi atau produk akhir seperti kopi instan. Sisanya adalah pasar kopi biji kering dan setengah jadi (roasted coffee) yang banyak diserap hotel, kafe, maupun warung kopi. "Hanya sekitar 5 persen pasar kopi spesial (kopi arabika)," ucapnya.
Bayu meminta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, serta perguruan tinggi berbagi tugas dan mulai fokus pada sektor pengolahan hasil panen kopi dan produk pendukungnya.
Selama ini, kata Bayu, pihak-pihak yang terkait dengan kopi selalu fokus pada proses budi daya (on farm) saja. "Kenapa tidak mulai investasi pada kemasan atau pembungkus kopi bubuk, alat pengolah biji kopi, dan menciptakan strategi pemasaran yang hebat, seperti Starbuck?" tuturnya.
MAHBUB DJUNAIDY
Berita Terpopuler:
Atut-Jokowi Bertemu, Wali Kota Tangerang: ''EGP''
Badan Kehormatan Minta Dahlan Cek Daya Ingatnya
Sebentar Lagi, Indonesia Kebanjiran Tank Leopard
Ahok Tertusuk Saat Naik Reog Ponorogo
Mabes Polri Tak Tahu Pengawal Ketua KPK Mundur