Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta:Primer Koperasi Pegawai Departemen Pariwisata dan Telekomunikasi (Deparpostel) mengajukan sita jaminan aset PT Indosat Tbk. atas kasus peminjaman valas senilai US$ 5,4 juta.Objek yang akan disita antara lain gedung kantor pusat Indosat, sentra gerbang internasional yang ada di kantor pusat yang merupakan alat percakapan internasional, serta sita aset sentral Satelindo di kantor pusat dan di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat."Memang kelihatan berlebihan, tapi kami ingin Indosat bersungguh-sungguh menyelesaikan kewajibannya," kata Ketua Badan Pengurus Koperasi, Lukman Adjam, di ruang kerjanya, Jakarta, Selasa (23/6).Menurutnya permintaan sita jaminan ini sudah diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 16 Juni lalu. Pengadilan belum mengabulkan permintaan sita jaminan ini. Pihak koperasi diminta menunggu proses pemanggilan Indosat oleh pengadilan. Selain itu, koperasi diminta mencermati aset-aset Indosat, apakah aset ini benar-benar milik Indosat.Dalam pandangan pihak koperasi, kasus ini bermula pada permintaan Indosat kepada koperasi untuk memberi bantuan pinjaman atau utang jangka pendek dalam bentuk dolar. Koperasi memberikan pinjaman ini sebesar US$ 5,4 juta pada 12 Februari 1998. Waktu itu, nilai rupiah terhadap dolar mencapai Rp 7.000.Indosat membayar pinjaman itu pada 16 Februari sebesar Rp 38,236 miliar (US$ 1 = Rp 7.000). Padahal, nilai tukar rupiah waktu itu sebesar Rp 10.050 per dolar. Untuk itu, koperasi menuntut kekurangan pembayaran sebesar Rp 16,66 miliar dari selisih kurs itu. Pihak koperasi, kata Lukman, sudah mencoba pendekatan kekeluargaan untuk meminta kekurangan pembayaran ini.Pada 16 Juli, Indosat membayar uang tambahan sebagai kebijaksanaan (goodwill) sebesar Rp 3 miliar. Pembayaran ini diberikan dengan syarat koperasi tidak akan melakukan tuntutan apapun. Kedua belah pihak telah menyatakan setuju. Namun, kata Lukman, belakangan diketahui Indosat melakukan penjualan valas kepada Bank Ficorinvest Tbk. Selain itu, kekurangan pembayaran dianggap masih cukup besar.Koperasi mengajukan gugatan pada September 2001 ke PN Jakarta Pusat. Pengadilan memutuskan sisa pembayaran ini dibagi masing-masing setengah sehingga Indosat harus membayar sekitar Rp 5 miliar. Direktur Utama Indosat yang waktu itu dijabat Hari Kartana menolak keputusan ini. Indosat masih tetap menolak membayar saat Direktur Utamanya dijabat oleh Widya Purnama sampai sekarang. Indosat mengajukan banding pada April 2002. Dalam proses banding ini, pemerintah melakukan divestasi Indosat. Lukman mengatakan manajemen Indosat tidak mengungkapkan kewajiban ini kepada pemerintah atau investor, mulai dari uji tuntas (due dilligence) sampai tanda tangan akta jual beli. Pemerintah, lanjut Lukman, juga menjamin bahwa Indosat sudah free and clear atau tidak ada masalah hukum.Pada Februari 2003, Pengadilan Tinggi Jakarta memutuskan Indosat membayar Rp 24 miliar dengan rincian gugatan penuh Rp 16,6 miliar ditambah bunga 13 persen per tahun sejak Februari 1998. Indosat mengajukan kasasi atas keputusan pengadilan tinggi ini. Mahkamah Agung menolak permohonan Indosat dan merevisi keputusan Pengadilan Tinggi. Keputusan ini bersifat tetap atau inkrahct di mana Indosat harus membayar Rp 18,5 miliar dengan rincian kekurangan Rp 16,6 miliar dikurangi uang goodwill Rp 3 miliar ditambah bunga 6 persen per tahun sejak 1998 sampai keputusan. "Sampai sekarang belum ada tanggapannya," kata Lukman.Pada 25 Mei 2004, Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan eksekusi keputusan MA. Namun, kata Lukman, Indosat menolak membayar keputusan MA ini. Pada 15 Juni lalu, PN memanggil direksi guna diberi teguran supaya melaksanakan keputusan MA maksimal 8 hari setelah pemanggilan ini. Pihak Indosat tidak memenuhi panggilan ini dan masih menyatakan menolak membayar melalui surat."Karena pada 15 Juni ini tidak datang, maka dianggap tidak kooperatif," kata Luman. Untuk itu, lanjutnya, koperasi mengajukan sita jaminan atas aset Indosat. Pengadilan memberi waktu sampai pemanggilan ketiga dan pemeriksaan aset yang akan disita. Sementara itu PT Indosat Tbk. berencana menggugat balik Koperasi Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi karena dianggap melakukan perbuatan melawan hukum. Rencana gugatan ini akan diajukan ke Pengadilan Pusat dengan tergugat pengurus koperasi lama dan pengurus baru. "Keduanya telah melalaikan perjanjian tidak akan melakukan tuntutan hukum setelah pembayaran uang goodwill," kata Vice President Legal Fixed Telecom&Midi, Ngakan Putu Putra kepada pers.Dalam pandangan Indosat, kasus ini bermula adanya kesepakatan kedua belah pihak untuk jual beli valas sebesar US$ 5,4 juta. Indosat kemudian memberikan perintah kepada Bank Dagang Negara untuk menyiapkan dana sebesar Rp 38,236 miliar untuk pembelian valas itu pada 12 Februari 1998. Waktu itu kurs dolar mencapai Rp 6.950 dan Indosat membeli valas seharga Rp 7.000 per dolar. Indosat membayar valas pada 16 Februari 1998 sebanyak Rp 38,236. "Ini merupakan transaksi jual beli. Bukan simpan pinjam," kata Ngakan.Indosat terus melakukan upaya hukum sampai mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas keputusan MA. Menurutnya Indosat mempunyai bukti baru yang akan diajukan dalam PK. Bukti ini, lanjutnya, berupa laporan keuangan pengurus koperasi serta laporan dari penasihat keuangan independen selama 1998 sampai 2000. "Tidak disebutkan sama sekali adanya piutang ke Indosat," kata dia.Yandi MR - Tempo News Room