TEMPO.CO, Jember - Peneliti pada Fakultas Pertanian Universitas Jember, Joni Murti Mulyo Aji, meminta pemerintah serius membantu perkebunan kopi yang dikelola rakyat. Sebab, sekitar 96 persen dari total luas kebun kopi di Indonesia, yakni 1,254 juta hektare, dikelola oleh rakyat atau petani. Sedangkan yang dikelola BUMN dan swasta hanyalah sisanya, sekitar 4,10 persen.
Menurut Joni pemerintah perlu memberikan perhatian kepada kopi rakyat jika ingin mengembangkan sekaligus meningkatkan mutu kopi nasional. "Mereka adalah petani dengan modal kecil. Akses untuk mendapatkan modal dan pengetahuan relatif minim," katanya ketika berbicara dalam acara “Simposium Nasional Ekonomi Kopi”, di Universitas Jember, Kamis, 8 November 2012.
Joni menjelaskan bahwa prospek kopi Indonesia sangat bagus dan berpotensi menjadikan Indonesia sebagai negara nomor satu di dunia dalam hal produksi kopi. Lahan yang luas serta didukung kondisi geografis dan iklim akan mampu menghasilkan cita rasa dan aroma kopi yang digemari dunia.
Namun, berdasarkan hasil riset tahun 2012, masalah utama pengembangan kopi rakyat adalah soal teknik budi daya yang belum sesuai anjuran, produktivitas yang rendah karena penggunaan bibit yang asal-asalan, lemahnya kelembagaan petani, dan keterbatasan modal.
Peneliti dari Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Jember, Agus Supriono, menjelaskan bahwa lambannya percepatan pengembangan kopi rakyat mengakibatkan posisi Indonesia digeser oleh Vietnam.
Menurut Agus, sejak 1997 hingga kini, posisi Indonesia, yang menduduki peringkat ketiga terbesar sebagai pemasok kopi dunia setelah Brazil dan Colombia, tiba-tiba disalip oleh Vietnam. "Vietnam sebelumnya di urutan kelima. Kemudian mampu menyalip melewati Guatemala, Indonesia, dan Colombia. Kini Vietnam menjadi nomor dua setelah Brazil," ujarnya.
Agus menambahkan bahwa Vietnam sebenarnya merupakan “pemain baru” dalam dunia perkopian. Namun Vietnam bisa melejit karena sejak 1990-an produktivitas kopinya rata-rata mencapai 3,5 ton per hektare. Sedangkan Indonesia hanya 0,5 hingga 1,3 ton per hektare. "Di Indonesia kebun kopi rakyat belum dikelola dengan baik. Kebun kopi BUMN dan swasta juga tidak atau terlambat diremajakan," ucapnya.
Ketua Asosiasi Petani Kopi Indonesia, Sumarhum, mengatakan bantuan serius dari pemerintah dan instansi lainnya sesungguhnya bisa mendongkrak produktivitas dan perbaikan mutu kopi rakyat.
Sumarhum memaparkan bahwa, sejak 2009 hingga kini, dia dan anggota 30 kelompok petani kopi Arabika berhasil menanam dan menjual kopi ke Eropa dan Amerika. "Kalau tahun lalu hanya 18 ton, tahun ini kami bisa ekspor 440 ton jenis HS (horn skin/kulit tanduk), atau kalau dikonversi menjadi OC (green bean) mencapai 240 ton," tuturnya.
Kelompok tani di lereng Gunung Ijen dan Gunung Raung, kata Sumarhum, mendapat bantuan dari Bank Indonesia Jember dan Pusat Penelitian Kopi-Kakao Indonesia di Jember. "Itu bukti bahwa kalau mau dibantu serius kita semakin sejahtera dan membantu negara meningkatkan devisa," katanya.
MAHBUB DJUNAIDY
Berita Terpopuler:
Pemberontak Suriah Terkesima Rokok Indonesia
Soeharto Dinilai Tak Layak Menjadi Pahlawan
Begini Lidah Suriah Menyebut Indonesia
Wajib Korupsi di Kementerian Energi
Dua Wartawan Akan Ungkap Rahasia BlackBerry Angie