TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani, menyatakan pemerintah harus memperkuat basis industri dalam negeri untuk mengurangi impor. Sejauh ini, produksi pangan dan manufaktur belum bisa mengimbangi tingginya pertumbuhan ekonomi nasional dan daya beli masyarakat, sehingga produk impor lebih mendominasi.
“Percepatan konsumsi kelas menengah tidak disertai dengan pertumbuhan industri, jadi terpaksa harus impor. Pemerintah dan pelaku usaha selama ini kurang antisipasi,” kata Aviliani ketika dihubungi, Rabu, 17 Oktober 2012. Tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi ini, Aviliani melanjutkan, diprediksi akan tetap berlangsung sampai 2030 nanti.
Wakil Ketua Umum kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik, Natsir Mansyur, menyatakan pertumbuhan ekonomi dan daya beli di Indonesia memang naik, khususnya untuk konsumsi pangan dan manufaktur. Tapi, karena produksi domestik masih rendah, sektor ini masih didominasi produk impor.
Kadin menilai rendahnya produksi pangan manufaktur belum bisa memenuhi kebutuhan domestik dan belum siap menyerap daya beli masyarakat sebagai konsekuensi tingginya pertumbuhan ekonomi.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah didorong untuk menerapkan beberapa kebijakan, seperti pengetatan impor serta penguatan basis industri domestik. Penguatan industri domestik bisa dilakukan dengan memperkuat industri hilir. Seperti diketahui, pada 2014 ekspor barang mentah sudah tidak boleh diberlakukan. “Maka itu, industri hilir harus siap,” kata Aviliani.
Untuk memperkuat industri hilir, pemerintah bisa saja memberikan insentif, seperti pemberlakuan tax holiday atau pengurangan pajak untuk barang modal.
Selain itu, pengetatan kebijakan bagi pengimpor juga bisa menjadi alternatif. “Misalnya kebijakan Kementerian Perdagangan untuk industri hortikultura yang mewajibkan pengimpor untuk membeli produk dari petani,” katanya.
Kebijakan ini dia nilai bagus, karena selain mengimpor, para produsen asing wajib membeli produk yang bisa menguntungkan petani lokal. Tapi, Aviliani mengingatkan kebijakan ini harus terus diawasi agar implementasinya tak mandek.
Indonesia juga didorong untuk memperketat standar impor. Aviliani mencontohkan beberapa negara sudah sangat memperketat impor sebagai bentuk proteksi. “Misalnya Prancis sudah proteksi besar-besaran. Hampir seluruh negara di dunia sudah mulai proteksi besar-besaran,” katanya.
Aviliani berpendapat pemerintah Indonesia bisa memberlakukan sertifikasi standar impor. Jadi, para pengimpor harus mematuhi syarat impor yang diberlakukan Indonesia. Dengan begitu, industri domestik bisa diperkuat dan penetrasi asing setidaknya bisa dibendung.
ANANDA W. TERESIA
Terpopuler:
Asia Sepakati Kerja Sama Energi dan Pangan
Land Grabbing Dinilai Rugikan Petani
Rupiah Sulit Beranjak Dari 9.600
World Export Development Forum Digelar 15 Oktober
Indonesia Pertimbangkan Tambah Kuota Impor Sapi