TEMPO.CO, Surakarta - Kebijakan pelarangan ekspor bahan baku rotan sejak awal 2012 membuat industri dalam negeri menggeliat. Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan, bahan baku rotan kini mudah didapat sehingga menguntungkan pengusaha mebel dan furnitur.
"Saat ini, ekspor produk olahan rotan nasional naik 40 persen dibanding tahun lalu. Pengusaha rotan juga menyatakan bahwa saat ini Indonesia lebih banyak ekspor dalam bentuk produk olahan," kata Bayu di Surakarta, Jawa Tengah, Selasa, 16 Oktober 2012.
Dia membantah informasi yang menyebutkan bahwa rotan sulit didapat dan harganya mahal. Jadi sempat muncul wacana pembentukan badan penyangga rotan untuk mengatur tata niaga rotan. Dia mengatakan, saat ini pemerintah tidak mendorong pembentukan badan penyangga karena mekanisme yang ada sudah bagus.
Yang perlu dilakukan adalah meminta produsen bahan baku rotan untuk menunda penjualan ke pelaku usaha rotan agar ada keseimbangan antara pasokan dan permintaan. Produsen bahan baku bisa memanfaatkan sistem resi gudang untuk rotan.
"Rotan masuk gudang, dinilai, dan hasil penilaian bisa digunakan untuk mengajukan kredit ke bank," kata Bayu. Dia mengatakan, saat ini Kementerian Perdagangan sudah mengeluarkan keputusan bahwa aturan tentang resi gudang bisa diterapkan terhadap rotan.
Kementerian Perdagangan mendorong tumbuhnya industri rotan di sentra produksi bahan baku. Yang paling realistis, produsen bahan baku rotan dari Sulawesi atau Kalimantan menjalani pelatihan cara mengolah rotan di sentra industri di Jawa Tengah atau Jawa Timur.
"Setelah kembali ke daerah asalnya, mereka bisa mengolah rotan sendiri," ujarnya. Dia menyatakan tidak harus produk jadi karena produk setengah jadi nantinya bisa dikirim ke Jawa untuk penyelesaian akhir, kemudian baru dijual.
Pengusaha produk olahan rotan juga tidak perlu takut bersaing dengan rotan sintetis produksi Cina. Sebab, ada perbedaan mendasar antara keduanya. "Itu seperti batik asli Solo dengan tekstil corak batik. Bedanya jelas sekali," katanya.
Jika pembeli hanya mencari barang murah, mereka akan membeli produk rotan sintetis. Tapi, jika ingin menghargai karya seni dan peduli lingkungan, konsumen pasti akan membeli rotan asli.
Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Surakarta, David Wijaya, mengatakan, hingga kini, perajin mebel rotan masih kesulitan bahan baku. Mestinya, sejak pelarangan ekspor bahan baku rotan, pelaku usaha lebih mudah mendapatkan bahan baku rotan. "Ternyata, dengan kebijakan penghentian ekspor bahan baku rotan, tidak lantas membuat stok rotan membeludak," ujarnya.
Dia menyarankan pembentukan badan penyangga rotan yang bertugas mengatur tata niaga dan memastikan besar kebutuhan dengan stok yang tersedia. Dengan badan penyangga, produsen rotan tidak dapat mempermainkan harga rotan.
UKKY PRIMARTANTYO