TEMPO.CO, Balikpapan - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah melakukan negosiasi ulang kontrak karya sejumlah perusahaan multinasional yang berdomisili di Indonesia. Kontrak sejumlah perusahaan raksasa di Indonesia dianggap hanya memberikan keuntungan bagi pihak asing sebagai pemilik modal utama.
“Mesti ada renegosiasi kontrak perusahaan besar di Indonesia, terutama bagi perusahaan yang sudah mendekati masa berakhirnya kontrak mereka,” kata Ketua APINDO, Sofjan Wanandi, di Balikpapan, Selasa, 2 Oktober 2012.
Renegosiasi kontrak karya perusahaan multinasional, menurut Sofyan, akan memberikan dampak positif bagi perusahaan perusahaan lain yang relatif lebih kecil. Perusahaan ini tentunya juga akan menerapkan kebijakan yang lebih berpihak bagi masyarakat lokal. “Perusahaan kecil pasti akan ikut bila yang besar kita pegang kendalinya,” kata dia menegaskan.
Sofjan mencontohkan kontrak karya sektor migas pengelolaan Blok Migas yang dipegang perusahaan asal Prancis di Kabupaten Kutai Kartanegara. Menurut Sofyan, pemerintah harus mampu merevisi kontrak migas yang berakhir pada 2017 nanti untuk kepentingan masyarakat Indonesia.
Selain itu, dia juga mencontohkan kontrak karya sejumlah perusahaan multinasional yang segera berakhir, seperti PT Freeport Papua PT Newmont Nusa Tenggara. Kontrak karya perusahaan sejenis ini dinilai hanya memberikan keuntungan sepihak bagi negara asing.
“Contohnya, kalau tidak mau dalam bentuk uang, pemerintah mesti mampu mendesak agar mereka membangun sektor pengolahan migas di Kaltim. Dampak ekonominya sangat terasa bagi warga Indonesia nantinya,” ujar Sofjan.
Indonesia, kata Sofyan, harus berjuang sendiri dalam menjaga stabilitas perekonomian di tengah badai krisis yang melanda dunia. Sebab, karakter pemimpin dunia saat ini memang cenderung lebih berpihak untuk kepentingannya masing-masing. “Tidak ada pemimpin dunia yang bisa dijadikan lokomotif perkembangan ekonomi dunia. Kita mesti survive sendiri,” ujarnya.
Ide negosiasi kontrak sempat juga terlontar dari almarhum Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral Widjajono Partowidagdo yang menilai keuntungan perusahaan tambang batu bara terlalu besar di Indonesia, yaitu berkisar 66 persen dari total produksinya. Adapun sisa keuntungan sebesar 34 persen yang kemudian terserap untuk untuk kas negara.
Widjajono menilai perlu adanya revisi soal pembagian keuntungan sektor pertambangan batu bara antara pemerintah dan perusahaan kontraktor. Kementerian ESDM sedang melakukan perumusan pembagian keuntungan sektor pertambangan batu bara antara perusahaan dan negara.
SG WIBISONO